EDUCATION 4 MINING STUDENT

Saturday, May 5, 2012

TEKTONIK INDONESIA BAGIAN TIMUR


TEKTONIK PULAU IRIAN JAYA

New Guinea merupakan produk dari dua tumbukan benua-busur kepulauan. Yang pertama terjadi selama Oligosen (berdasarkan umur metamorfosa batuan di Papua New Guinea dan dataran busur kepulauan). Yang kedua terjadi selama Miosen (berdasarkan perubahan sedimentasi karbonat menjadi sedimen klastik yang berasal dari pengangkatan Orogenik/Melanesian Orogeny.
            Kerangka pulau New Guinea secara geografi coraknya mirip burung yang terbagi menjadi bagian kepala, badan dan ekor burung. Pulau New Guinea terbentuk karena adanya konversi menyerong (miring) antara lempeng Indo Australia dan lempeng Pasifik. Wilayah ini dikenal dengan sebutan “Orogen Malanesia” dan merupakan serangkaian kegiatan tektonik yang berlangsung sejak awal neogen hingga sekarang. Orogensi ini mengakibatkan pola struktur yang sangat rumit dan khas, karena melibatkan berbagai unsur lempeng, yang secara keseluruhan unsur ini diakibatkan oleh daya pemampatan berarah Barat daya hingga Timur laut.
Kenampakan struktur yang ada di pulau itu saat ini merupakan hasil dari busur miosen akhir tumbukan benua. Di bagian badan burung, rangkaian pegunungan tengah didominasi oleh struktur dengan arah penujaman Barat ke Barat laut. Struktur ini dikenal dengan nama “New Guinea Mobile Belt” yang diakhiri dengan sesar geser yang menujam ke arah Timur-Barat, zona patahan Tarera-Aiduna pada leher burung. Di daerah leher burung strukturnya didominasi oleh lipatan dengan arah penujaman Utara-Barat laut yang disebut sabuk lipatan Lengguru. Sabuk ini berakhir di daerah kepala burung. Di daerah ini strukturnya didominasi oleh sistem patahan dengan arah penujaman Timur-Barat.
            Geologi Irian Jaya secara garis besar dibedakan ke dalam tiga kelompok batuan penyusun utama yaitu :
1.      Batuan yang berasal dari Kraton Australia terutama tersusun oleh batuan alas, batuan malihan berderajat rendah dan tinggi sebagian telah diintrusi oleh batuan granit di sebelah barat, batuan ini berumur Palaezoikum akhir.
2.      Batuan Lempeng pasifik dan umumnya lebih muda dan tersusun terutama oleh batuan ultrabase tuff berbutir halus dan batuan sedimen laut dalam yang diduga berumur jura.
3.      Batuan campuran dari kedua lempeng (daerah transisi) yang terdiri dari batuan metamorf regional hasil interaksi kedua lempeng.
Pada awal neogen merupakan masa orogenesia malenesia. Pada masa itu proses tektonik di daerah ini mulai terpacu sehingga menghasilkan kedudukan tumbukan ke arah Barat daya yang lebih intensif. Pertumbukan di kedua Mandala tersebut mengakibatkan Mandala Jalur sesar naik pegunungan tengah (JSNPT) membengkok dan terhenti di daerah leher burung (Jalur Lipatan Lengguru) dan bersamaan itu terbentuklah kepala burung. Bagian yang sangat menonjol dari tatanan tektonik ini adalah Jalur sesar mendatar Sorong-Yapen, terutama segmen lateral yang melibatkan ratusan kilometer batuan yang terseret. Daerah badan burung berada pada bagian Timur Irian Jaya yang dicirikan oleh bentuk fisiografinya antara pegunungan yang membentuk Pegunungan Tengah (Central Range), ke Utara membentuk daerah danau.
Daerah badan burung merupakan jalur memanjang dari Timur ke Barat yang telah mengalami perlipatan, jalur ini dinamakan Jaluir Sesar Naik Pegunungan Tengah. Di bagian badan burung, terdapat enam daerah Lithotectonic yaitu New Guinea Foreland Basin (Arafuru Basin), Central Range Fold and Thrust Belt, Metamorphic and Ophiolite Belt serta Collided Melanesian Arc Complex (Meervlakte Depression and Membrano Thrust Belt).
            Ada tiga model mengenai evolusi tektonik New Guinea. Model pertama memperlihatkan adanya pembalikkan subduksi ke arah yang berlawanan yang meyebabkan pergerakkan Crust dan Mantel benua Australia menjadi zona subduksi miring ke Utara yang diikuti dengan subduksi miring ke Selatan lempeng Pasifik pada palung New Guinea. Model kedua menjelaskan New Guinea Timur yang menggambarkan pulau yang dasarnya merupakan “Doubly Dipping Slab of Oceanic Lithosfer”. Model ketiga merupakan subduksi lempeng Australia yang merupakan “Simply Dipping Vertical” tanpa pembalikkan arah subduksi.
            New Guinea merupakan tempat terjadinya dua peristiwa orogenik. Peristiwa awal (Eocene-Oligosen) yang disebut sebagai “Peninsulan Orogeny” merupakan batas daerah ekor burung. Sedangkan orogenik yang kedua disebut sebagai “Central Range Orogeny” dimulai pada miosen tengah yang meyebabkan penyebaran sedimentasi klastik secara luas.
            Dewasa ini batas lempengan di sekitar New Guinea sudah menjadi rumit. Lempeng Pasifik sudah terpecah menjadi lempeng Carolina dan lempeng Micro Solomon. Penganut teori tektonik percaya bahwa zona subduksi di sini mengalami proses pembalikan, yaitu lempeng Pasifik yang menyelinap ke bawah lempeng Australia. Karena New Guinea dapat bertahan dengan kokoh, maka penyelinapan terjadi di bawahnya. Bila benar demikian, maka New Guinea telah bergerak sepanjang Pasifik dan menghancurkan pulau-pulau sepanjang jalur yang dilaluinya.

KERANGKA TEKTONIK TIMOR TIMUR
            Orogen neogen Banda merupakan collision antara kontinen di batas Utara benua Australia, di mana batas Utara benua Australia pergerakannya NNE dengan kecepatannya 7 cm/a yang bertabrakan dengan sistem subduction sepanjang sisi sebelah Selatan busur Banda. Bidang deformasi, ditandai batas Selatan pada collision complex yang terletak sepanjang 2 km dari Timor dalam. Hasil pemantulan gelombang seismic menunjukkan batas passive Australia yang terjadi dari sedimen menujam ke arah bawah Utara. Pada bidang yang mengalami deformasi bagian atasnya mengalami pengangkatan dan akan membentuk folds ridges yang kompleks. Struktur zona collisioan tersingkap pada pulau Timor, di mana pulau ini terdiri dari sedimen yang berumur Permian sampai pleistosen, pada Australia affinity yang terlipat, tersesar dan imbricate. Sedimen Australia mengalami penujaman ke bawah lempeng opholite yang mempunyai lapisan metamorf. Pada saat ini sisa dari collision mengalami pengangkatan lebih dari 3000 m di atas permukaan laut Timor.
            Kebanyakan proses pengangkatan terjadi pada neogen seperti miosen, pliosen dan pleistosen sedimen forc arc yang kompleks, akan menunjukkan sejarah deposisi pengendapan yang dangkal dari sedimen batial. Perubahan fasies ini menunjukkan dua periode pengangkatan yaitu 2 Ma dan 100.000 juta tahun lalu dan dinyatakan adanya perbedaan tahapan dalam prosen collision yang dialaminya. Collision antara batas Australia dan sistem subduksi busur Banda terlihat pada daerah Timor Timur dan collision kebanyakan berkembang pada tahap di segmen pada busur. Di sini forc arc antara Vulkanik arc dengan permukaan deformasi mengalalmi pengurangan lebar hingga menjadi kurang dari 100 km, dilanjutkan pergerakkan arah Utara dari benua Australia ditahan dan ditampung dengan adanya collision kompleks di Timor dan perluasan lateral pada collision sepanjang conjugate faults. Aktivitas seismic yang dangkal tidak terdapat di bawah Timor Timur yang menunjukkan collision kompleks menjadi terhenti di daerah busur. Aktivitas vulkanik di pulau Wetar dan Alor yang terletak di bagain Utara Timor Timur yang terjadi sekitar 3 juta tahun yang lalu. Saat ini Wetar thrust diakibatkan adanya penujaman busur vulkanik arah Selatan bidang dan pembukitannya. Forc arc dan vulkanic arc terbawa ke arah Utara dengan adanya pergerakan Australia dan overthrust lantai laut Banda arah Utara. Hal ini mengindikasikan awal pembalikan kutub pada sistem subduksi di mana dasar laut Banda menujam ke Selatan di bawah batas Utara Australia. Hasil pemantulan seismic pada kedalaman 100 km, yaitu jarak pada Timor Timur bagian Timur yang menunjukkan permukaan penujaman yang miring baik ke arah Utara maupun Selatan di bawah collision kompleks yang mengalami pengangkatan dan membentuk tonjolan akibat dari konvergen Australia dengan lempeng laut Banda.

TEKTONIK INDONESIA BAGIAN BARAT


Beberapa cekungan-cekungan yang termasuk ke dalam cekungan muka busur di Mandala Indonesia Barat :
1.      Cekungan Sibolga
2.      Cekungan Bengkulu
3.      Cekungan Jawa Selatan.

Cekungan-cekungan busur muka terbentuk sepanjang batas tumbukan lempeng-lempeng , yang keterdapatannya dekat zona penunjaman, dan letaknya antara busur luar non vulkanik dan busur dalam vulkanik.
Cekunga-cekungan tersebut merupakan daerah pengendapan yang berbentuk asimetrik, dengan poros panjangnya terletak dekat dengan busur dalam vulkanik dan ke arah ini biasanya dibatasi oleh sesar-sesar fleksure.
Batuan dasar cekungan ini pada umumnya terdiri dari batuan beku dan batuan malihamn yang secara struktural telah mengalami deformasi dan umumnya diinterpetasikan sebagai kompleks-kompleks melang yang berumur Pratersier.

Beberapa cekungan-cekungan yang termasuk ke dalam sistem cekungan busur belakang di Mandala Indonesia Bagian Barat adalah :
1.           Cekungan Aceh Utara (merupakan penerusan dari cekungan Sumatera Utara)
2.           Cekungan Sumatera Utara
3.           Cekungan Sumatera Tengah
4.           Cekungan Sumatera Selatan
5.           Cekungan Sunda
6.           Cekungan Jawa Barat Laut
7.           Cekungan Jawa Timur
8.           Cekungan Jawa Timur
9.           Cekungan Asem-asem
10.       Cekungan Barito
11.       Cekungan Kutai
12.       Cekungan Tarakan

        

TEKTONIK PULAU SUMATERA


            Tektonik Sumatera terjadi pada akhir neogen, dimana terdapat Orogen Barisan yang dipengaruhi pasangan bususr Indonesia dan pulau Sumatera. Tektonik daerah Sumatera terjadi karena pergerakan konvergen antara lempeng samudera Hindia dan Asian Tenggara (Eurasia) yang bergerak Oblique dengan kemiringan 50-60o dan kecepatan pergerakan lempeng 7 cm/a. Sistem subduction merupakan rangkaian yang kompleks, hasil dari subduction membentuk elemen-elemen tektonik Sumatera yaitu trench, forc arc basin, ridge basin, volcanic arc, back arc basin dan sesar barisan. Volcanic arc terbentuk di kerak benua dan kedudukannya berada pada zona pengangkatan basement terrane di awal tersier dimana hasilnya membentuk pegunungan bukit barisan sepanjang pulau Sumatera. Basement dan volcanic arc dipengaruhi oleh transcurent fault system yang bergerak ke kanan bukit barisan. Sumatera membentuk continental craton dataran Sunda di mana pada masa Palaegosen daerah ini dipengaruhi oeleh perluasan dan penurunan yang menghasilkan celah cekungan seperti cekungan Batubara Ombilin di Sumatera Barat yang dipengaruhi oleh transtensional sepanjang patahan Bariasan.
            Orogen barisan sebenarnya terjadi dengan adanya pengangkatan pegunungan Bukit Barisan dan volcanic arc ditandai oleh influk pada sedimen vulkanoklastik dan sekuen regressive back arc basin pada mid-miosen. Pengangkatan ini disertai dengan intrusi pada volcanic arc dan pergerakkan sepanjang transpressive sepanjang sistem sesar barisan. Erosi yang terjadi pada penutup dan pembukaan basement menyebabkan kenaikan 4000 m di atas muka laut. Proses pengangkatan pegunungan bukit barisan diikuti juga oleh penyempitan forc arc basin dan back arc basin. Selain menghasilkan cekungan dan pegunungan adanya pergerakan tranpressive pada masa plio-pleistosen sepanjang sistem sesar barisan juga menyebabkan struktur lipatan pada sedimen yang terdapat di back arc basin yang cenderung membentuk 20o terhadap sesar utama. Pergerakan zaman pleistosen sepanjang sistem sesar menyebabkan adanya distribusi tekanan pada daerah tertentu dan menyebabkan timbulnya bukaan cekungan dan seringkali membentuk danau, contohnya danau laut tawar, toba, singkarak, kerinci, ranau atau sedimentasi yang mengisi lembah semangko.
Orogen barisan dilengkapi dengan variasi kecepatan penujaman lempeng samudera Hindia dan reaksi dari Asia Tenggara yang merupakan lanjutan dari collision India dengan batas sebelah Selatan Asia dan pengaturan crustal blocks akibat pergerakan yang terjadi sepanjang transcurrent fault. Subduksi yang oblique merupakan penyebab sesar bariasan dan adanya pergerakan sepanjang sesar barisan menyebabkan pengangkatan pegunungan bukit barisan dan adanya Transtension dan Transpressional efek yang terlihat disepanjang sisa sesar.
Gerak menumbuknya lempeng samudera Hindia terhadap lempeng benua Asia Tenggara di kawasan Sumatera dianggap telah menghasilkan gerak pengangkatan terakhir dari pegunungan Barisan serta menyebabkan terjadinya sesar-sesar mendatar kanan sepanjang pegunungan Barisan. Gejala struktur yang paling menonjol adalah lipatan-lipatan dan sesar-sesar yang ada di Baratlaut-Tenggara.


TEKTONIK PULAU JAWA


            Konfigurasi tektonik pulau Jawa yang terlihat saat sekarang adalah akibat adanya pergerakan dua lempeng yang bergerak saling mendekat dan mengalami tabrakan, di mana proses tersebut relatif bergerak menyerong (oblique) antara lempeng samudera Hindia pada bagian Barat Daya dan lempeng benua Asia bagian Tenggara (Eurasian), di mana lempeng samudera Hindia menyusup ke lempeng Asia Tenggara. Pada zona subduksi akan dihasilkan palung Jawa (Java trench) dengan pergerakan relatif 7 cm/a. Pada zona subduksi terdiri dari “Acctionary Complex” yang materialnya secara garis besar dari lantai samudera India pada busur muka Jawa. Pertemuan kedua lempeng tektonik tersebut akan menghasilkan beberapa elemen regional, berikut dijelaskan berturut-turut dari java trench di Barat Daya sampai Timur Laut adalah :
1.      Outer arc, dimana pada pulau Jawa tidak terbentuk pulau-pulau lepas pantai namun hanya berupa pegunungan pada permukaan laut, hal ini dapat terjadi karena adanya pengaruh kecepatan lereng yang akan mempengaruhi tektonik, pola sediemntasinya serta struktur pada daerah atas zona subduksinya.
2.      Fore arc basin, terebntuk sepnajang batas tumbukan lempeng yang letaknya dekat dengan zona penujaman dan letaknya antara busur luar non volkanik (outer arc) dan busur vulkanik. Pada pulau Jawa, fore arc basin membentang luas pada lempeng benua dan terbentuk pada akhir palageogen berupa sediemn resesn dan terjadi karena proses pemekaran lantai samudera pada oligosen yang diikuti dengan uplift dan erosi secara regional.
3.      Adanya busur vulkanik aktif (Vulcanic active arc), terbentuk akibat adanya perpanjangan zona subduksi “sunda arc system”. Akibat tumbukan dua lempeng tersebut akan mengakibatkan berkurangnya gerak lempeng Hindia-Australia ke Utara, sehingga akan mengakibatkan adanya gerak berlawanan jarum jam (gerak rotasi) dari lempeng dataran Sunda sehingga akan membentuk jalur sesar naik (thrust) dan sebelah Barat Jawa dan bergerak relatif ke Utara (berbaris sampai Kendeng thrust) dan diperpanjang hingga Bali (Bali thrust) dan sampai Flores (Flores thrust). Pada miosen tengah lempeng mengalami percepatan hingga akan terjadi pembentukan busur magma disebelah Selatan Jawa dan pengaktifan kembali sesar-sesar disertai dengan kegiatan volkanisme (berupa intrusi dan pembentukan gunung api).
4.      Di sebelah Utara busur Jawa dan pada laut Jawa cekungan busur belakang, pada lempeng benua dihasilkan pada paparan Sunda dan lempeng samudera pada sebelah Utara Bali dan Flores. Cekungan pada paparan Sunda dibentuk pada palageogen akhir sebagai “rift basin” dan kemudian pada neogen akhir prosesnya dipengaruhi oleh tekanan pada Sunda orogency dan selanjutnya terdeformasi menjadi tight hingga lipatannya membentuk isoclinal. Yang termasuk pada cekungan busur dalam (back arc basin) ialah cekungan Jawa barat (meliputi cekungan Sunda di sebelah Barat, cekungan belintang di Barat Laut dan cekungan cirebon di bagian Timur) dan cekungan Jawa Timur (meliputi cekungan Jawa Tengah bagian Utara dan cekungan Madura).
            Orogen sunda dipengaruhi oleh busur di Indonesia yaitu Jawa Barat dan Nusa Tenggara yang terjadi pada akhir Neogen. Pada bagian akhir busur ini mengalami konvergen antar samudera Hindia dari lempeng Asia Tenggara yang merupakan sesuatu yang normal dengan sisa subduksinya di palung Jawa dengan kecepatan 7 cm/a.
            Hasil subduksinya terdiri dari material lantai samudera Hindia yang komplek yang berasal di Java forc arc, ridge, volcanic arc yang membentuk back bone Jawa dan kepulauan sampai ke Timur. Cekungan yang terdapat di paparan Sunda terbentuk pada akhir palageogen yang ditutupi oleh sedimen marine.
            Akhir neogen sistem dipengaruhi oleh compressi yang berasosiasi dengan orogen Sunda, dimana pada Jawa bagian Utara turbindit neo-pliosennya terdeformasi menjadi lebih rapat, sementara itu untuk Jawa bagian Selatan dan Nusa Tenggara rangkaian vulkanik tua mengalami pengangkatan, pensesaran sehingga membentuk pegunungan dengan ketinggian yang lebih dari 3500 m di atas permukaan laut.
            Pada daerah Jawa bagian Utara, jejak Major back thrust, yaitu Kendeng thrust, dapat ditemukan pada selat Sunda arah timur melintasi Jawa dan melalui cekungan Bali menuju Flores thrust yang terletak di bagian Utara Flores, thrust ini berlanjut ke arah Timur, sama dengan water thrust yang terletak di bagian Utara pualu Timor.
            Adanya anomaly gravitasi di bagain Utara Jawa Timur mengindikasikan lokasi Kendeng thrust. Di Jawa Tengah, thrust terpotong oleh Cimandari dan Citandu fault yang mempunyai perputaran komponen dalam pergerakannya. Gempa yang terdeteksi di Majalengka, Brebes dan Pekalongan menunjukkan bahwa back arc thrust di sini masih aktif.




Kondisi Tektonik Pada Zaman Kwarter Sampai Sekarang

            Kedudukan busur magmatik pada zaman kwarter-sekarang ditandai dengan penyebaran gunung-gunung api muda yang saat ini sedang istirahat maupun yang masih aktif seperti : Gunung Krakatau, Gunung Sabak, Gunung Gede, Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Galunggung, Gunung Slamet, Gunung Sumbing, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Lawu, Gunung Mawis, Gunung Kelud, Gunung Bromo, Gunung Arjuno, sampai ke Gunung Agung di Pulau Bah dan menerus ke Timur sampai Nusa Tenggara.

Rezim Tektonik

            Pada zaman kapur akhir, busur magmatik dan zona tunjaman berarah Barat daya-Timur laut, kemudian pada zaman Paleosen (tersier awal) busur magmatik sudah bergeser lebih ke Selatan.
            Selanjutnya pada zaman paleogen (oligosen-eosen) posisi pada busur magmatik dan zona tunjaman bergeser lebih ke Selatan lagi. Pergeseran daripada kedudukan busur magnetic dan zona tunjaman tersebut adalah mundur ke Selatan bila ditinjau dari tektonik lempeng secara global, atau dengan kata lain mudurnya kedudukan busur magnetic dan zona tunjaman tersebut dikenal dengan “Roll Back”.
            Di daerah cekungan busur belakang “Back Arc Basin” terjadi rezim tektonik regangan (tension) yang ditandai dengan adanya sesar-sesar normal pada batuan dasar di cekungan Jawa Timur Utara dan terbentuknya rendahan (graben) dan tinggian (horst).
            Sedangkan pada zaman neogen (miosen-pliosen) di daerah Jawa Timur bekerja suatu rezim tektonik yang berlawanan arah dengan rezim tektonik zaman Paleogen, yaitu suatu rezim tektonik kompresi (tekanan), hal ini disebabkan oleh suatu tekanan lempeng samudera Australia yang mendesak  ke Utara.
                Posisi atau kedudukan dari pola busur magnetic dan zona tunjaman pada zaman Neogen ini juga menggeser ke Utara. Sebagai akibat dari rezim tektonik tersebut sedimen yang mengisi cekungan belakang busur (cekungan Jawa Timur Utara) terangkat dan terlipat serta terpatahkan/tersesarkan.

Thursday, May 3, 2012

Pompa SPS


Pompa SPS adalah merupakan jenis dari Centrifugal Pump yang pada dasarnya terdiri dari atas bagian yang berputar dan dikenal sebagai Impeller dan bagian yang tidak berputar dikenal sebagai Diffuser.
   Satu pasang Impeller ditambah Diffuser disebut sebagai satu Stage. Impeller-impeller disusun sedemikian pada sumbu/shaft dan ikut berputar dengan shaft tersebut. Diffuser-diffuser disusun dan di “press” sedemikian didalam housing sehingga tidak berputar sebagaimana housing itu diam.
Sesuai dengan kelas kapabilitasnya dalam memompa fluida , setiap kelas memiliki performance yang berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh :
1.      Kapasitas BFPD yang direkomendasikan
2.      Daya angkat setiap Stage (Head-Feet)
3.      Horse Power yang dibutuhkan setiap Stage (HP/Stage)
4.      Effisiensi pompa (Pump Efficiency)
Setiap pompa didesain untuk memompa fluida pada jumlah tertentu , misalnya DN450 didesain untuk menghasilkan nominal 450 BFPD pada 3600 RPM. Tetapi walaupun demikian kondisi-kondisi sumur , permukaan serta pra-perhitungan (Pump Sizing) juga mempengaruhi hasil produksi. Untuk menentukan daya angkat Head-Feet/Stage kita harus mengetahui :

1.      Hasil produksi yang diperoleh/diharapkan
2.      Type pompa (Pump Type)
3.      Frequency Power Supply atau RPM
Dalam SPS pada dasarnya terdapat 3 type konstruksi pompa yang penting diantaranya adalah :
  1. Floater Type (FL) , merupakan konstruksi pompa dengan sistem Impeller-impeller yang bergerak.
  2. Compression Type (C) , merupakan konstruksi pompa dengan sistem Shaftnya yang bergerak.
  3. Bottom Floater Type (BFL) , merupakan konstruksi pompa dengan sistem kombinasi.
 Pada setiap type konstruksi menggunakan metode yang berlainan didalam menanggung “Thrust” yang dihasilkan oleh pompa.

A. FLOATER TYPE
            Pada type Floater , Impeller-impeller bebas bergerak keatas dan kebawah tidak tergantung pada pergerakan shaft. Didalam operasinya , masing-masing Impeller bebas bergerak tidak bergantung satu sama lain , dimana idealnya adalah mengambang antara kondisi Upthrust dan Downthrust. Pada setiap Impeller dipasang Upthrust Washer dan Downthrust Washer yang fungsinya mencegah terjadinya kerusakan dini bila terjadi beberapa atau seluruh Impeller beroperasi diluar daerah yang direkomendasikan. Berat daripada Shaft ditanggung oleh thrust bearing daripada protector. Kapasitas daripada thrust bearing protector juga menentukan jumlah stages yang dapat dipasang pada pompa diatasnya karena Head-Feet (dalam PSI) yang dihasilkan pompa dikali luas penampang shaft adalah gaya tekan yang harus diatasi oleh thrust bearing daripada protector.

B. COMPRESSION TYPE
            Pada type pompa compression ini , semua Impeller terikat pada Shaft dan tidak dapat bergerak bebas. Berat daripada shaft ditambah Impeller (dan kemudian didalam operasi bertambah dengan gaya tekan kebawah) ditanggung oleh thrust bearing protector. Maka daripada itu sangatlah penting untuk mengisi Gap yang terdapat antara shaft pompa/intake dengan shaft protector dengan shim agar seluruh thrust daripada pompa dibebankan kepada thrust bearing daripada protector , dan dalam beberapa keadaan juga untuk mengangkat impeller agar tidak bergesekan dengan diffuser dibawahnya.

C. BOTTOM FLOATER TYPE
            Konstruksi Bottom Floater merupakan kombinasi antara konstruksi Compression dan Floater . 40% dari jumlah stages dibagian atas berkonstruksi compression dan sisanya berkonstruksi floater. Beban daripada shaft ditanggung compression impeller yang kemudian ditransfer melalui thrust washer kepada diffuser dibawahnya.
Tujuan daripada desain konstruksi ini adalah untuk menghindarkan beban thrust yang dihasilkan pompa dari thrust bearing protector.Untuk mencapai produksi fluida yang optimal , seringkali kita harus men-tandem pompa untuk mencapai jumlah stages yang diperlukan. Namun sebelumnya harus diperhatikan prosedur yang terdapat pada masing-masing konstruksi pompa.