EDUCATION 4 MINING STUDENT

Friday, April 27, 2012

PEMBORAN HORIZONTAL (Minyak Bumi)


Pemboran horizotal (horizontal drilling) merupakan ilmu pengetahuan terapan dari Teknik Perminyakan yaitu suatu pengetahuan  tentang teknik pengeboran dalam membengkokkan arah lubang sumur dari kedalaman  vertikal kearah horizontal pada jarak dan arah tertentu untuk mencapai suatu formasi yang dituju1). Kalau dilihat secara sederhana pengeboran sebuah sumur seolah-olah sangat mudah dilakukan sampai menembus suatu lapisan formasi yang mengandung minyak dan gas, tetapi pada pengeboran horizontal dilakukan dengan peralatan yang canggih dan rumit. Keberhasilan dalam menggunakan semua peralatan tersebut didapat melalui studi dan pengalaman.
   















 GAMBAR
 GAMBARAN UMUM PEMBORAN HORIZONTAL
 
       Dengan semakin berkembangnya teknologi sumur horizontal ini, menyebabkan orang semakin tertarik untuk melakukan pemboran sumur horizontal karena sumur horizontal memberikan produktivitas yang lebih baik dibandingkan dengan sumur vertikal.
       Pengeboran horizontal pada umumnya dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan antara lain adalah mengurangi terjadinya water coning dengan interval yang terbaik dari suatu lapisan minyak tertentu. Pemboran horizontal sering juga dilakukan pada lapisan minyak yang tipis (thin reservoir), permeabilitas rendah, banyak memiliki rekahan vertikal. Juga pada formasi minyak yang terdapat dibawah suatu kota, dibawah daerah terlarang atau yang dilindungi. Teknik pemboran ini juga dapat dilakukan untuk memproduksi formasi dibawah laut yang tidak jauh dari pantai.
       Dengan adanya pemboran horizontal dapat mengoptimalkan perolehan minyak bumi, sehingga area pengurasan pada zona produktif dapat diperluas. Sudut kemiringan atau inklinasi pemboran horizontal dapat mencapai 90° terhadap posisi vertikal dan menuju kedalam formasi produktif secara horizontal mengikuti bidang penyebaran dari batuan reservoir yang bertujuan untuk3):
·         Meningkatkan laju produksi dan tingkat rekoveri.
·         Mengurangi jumlah sumur pengembangan.
            Tujuan utama dilakukannya pemboran horizontal adalah untuk mengoptimalkan produktivitas sumur dengan cara memperluas daerah pengurasan suatu sumur.
               Saat sekarang ini pemboran horizontal dapat diklafikasikan dalam empat (Gambar 2) kategori yang menggunakan build rate yang berbeda dengan sudut inclinasi dapat mencapai 90° terhadap vertikal, yaitu pemboran horizontal dengan menggunkan ultra short radius, short radius, medium radius, dan long radius (konvensional).
·    Long Radius
Long radius merupakan sistem yang standar digunakan pada lapangan minyak untuk teknologi pengeboran direktional. Long radius atau konvensional sumur horizontal mempunyai biuld-rate 2° sampai 6°/100 feet (30 m) dan build radiusnya 1000ft-3000ft. Panjang bagian horizontalnya dapat mencapai 1000ft-5000ft.
Pemboran long radius mempunyai tiga bagian (fase) mulai dari ujung kepala sumur sampai pada bagian bawah .Fase 1 adalah pemboran vertical sampai KOP (Kick of  Point). Fase 2 pemboran berarah dari KOP sampai titik target, dan Fase 3 adalah pemboran yang mempunyai arah horizontal. Penentuan kedalaman total dari tiap-tiap fase disensuaikan dengan kemiringan formasi.
·    Medium Radius
Teknik  pengeboran medium radius pada sumur horizontal telah dikembangkan dengan memodifikasi dari pemboran yang konvensional dan menghasilkan build rate antara 6o sampai 60°/ 100ft (30m). Teknik medium radius mempunyai jari-jari kelengkungan  antara 125 – 700 feet, dengan panjang horizontal section mencapai 3000 feet (915 m), dan dengan diameter yang sama pada sumur long radius.
·    Short Radius
Pada pemboran lateral Short Radius menghasilkan  tingkat pembentukan build rate antara 1,5 sampai 3°/feet. Teknik medium radius mempunyai jari-jari kelengkungan  antara 20ft– 40ft, dengan panjang horizontal section mencapai lebih kecil daari 800ft
 Pemboran lateral short radius ini akan membutuhkan peralatan yang sangat spesial untuk mendukung sistem pemboran horizontal ini.
·    Ultrashort – Radius
       Kategori yang keempat ini, kadang – kadang terpisah untuk metoda Ultrashort – Radius, mengunakan aksi dari jetting nozzle dari tekanan tinggi pada ujung nozzle di akhir dari arah flexible pipe. Sudut build rate  kemungkin dapat mencapai 90°/feet.

Sumber : Rubiandini Rudi RS, Dr, Ir, Ing, 1993. ”Horizontal Drilling Technology”.

Thursday, April 26, 2012

Pola Aliran dan Variabel Aliran Fluida Dua Fasa Dalam Pipa

Pada keadaan sebenarnya di lapangan, fluida reservoir yang diproduksi melalui sumur dapat terdiri dari campuran cairan dan gas. Pada persamaan kehilangan tekanan aliran dalam pipa, salah satu parameter yang digunakan adalah densitas. Untuk kondisi dua fasa (gas dan airan) maka densitas yang digunakan adalah campuran antara densitas gas dan densitas cairan. Demikian juga halnya untuk viskositas dan sifat-sifat fisik fluida lainnya. Perbedaan densitas yang besar antara gas dan cairan menyebabkan gas dapat bergerak labih cepat dibandingkan cairan. Hal ini menyebabkan perbandingan gas dan cairan pada suatu kondisi tertentu menjadi sulit untuk ditentukan. 

Pola Aliran Fluida Dua Fasa dalam Pipa
Gas dan cairan yang mengalir secara serentak dalam pipa, akan membentuk distribusi fasa gas dan fasa cair, yang berbagai ragam bentuknya, sesuai dengan jumlah fasa gas dan cair yang mengalir. Distribusi fasa gas dan cair tersebut dalam perbandingan tertentu membentuk pola aliran tertentu pula. Bentuk pola aliran tersebut tergantung pada:
1.      Perbedaan sifat fisik gas dan cairan
2.      Sifat antar muka gas dan cairtan
3.      Sifat membasahi gas dan cairan terhadap dinding dalam pipa
Ketga hal tersebut membentuk distribusi yang rumit antara gas dan cairan yang brgerak sepanjang pipa. Secara umum distriubusi gas dan cairan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian fasa yang kontinu dan bagian fasa yang tidak kontinu (diskontinu) Secara umum, dapat terjadi dua kecenderungan dalam pembentukan pola aliran, yaitu:
1.   Pada fasa yang diskontinu, fasa cenderung membentuk butiran. Sebagai contoh jika jumlah yang mengalir kecil, maka gs kan membentuk gelembung-gelelmbung gas (butir-butir gas). Secara sama, jika gas mengalir dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan cairan, maka iran akan merupakan fasa diskontinu, dan akan membentuk butir-butir cairan.
2.  Dinding pipa cenderung lebih mudah dibasahi cairan. Hal ini menyebabkan fasa gas akan etrkumpul di bagian tengah pipa, baik dalam bentuk butir-butir gas maupun dalam bentuk kolom gas di tengah-tenah pipa.
Berdasarkan klasifikasi bentuk aliran atau pola aliran akan membedakan phenomena aliran fluida dua fasa dalam pipa, yang dapat digunakan sebagai dasar pengembangan model secara matematis. Penentuan klasifikasinya sangat rumit, sehingga sampai saat ini belum ada satu kesepakatan tantang pola aliran.
Untuk mengatasi hal tersebut dibuat alat ukur pola aliran, yaitu:
1.  Needle contact device. Ujung jarum yang dipasang di bagian tengah pipa, akan bertumbukan dengan fasa gas dan cair dan hasilnya dicatat oleh oscilloscope. Hasil catatan tersebut dikorelasikan dengan bentuk pola aliran yang terjadi.
2.  Continuous X-ray Absorption, yang mengukur secra kontinu gelembung-elembung gas. Fluktuasi hasil pencatatan pengukuran merupakan fungsi dari probabilitas densitas yang mencerminkan konsentrasi gelembung-gelembung gas. Fungsi probabilitas densitas ini menunjukkan sifat-sifat tertentu untuk pola aliran gelembung (bubble flow), slug flow ataupun mist flow.



Decline Curve Analysis


Analisis decline curve pada data produksi pada dasarnya merupakan suatu teknik history match antara data rate produksi dan data waktu yang sebenarnya dengan model yang dibuat secara teoritis menggunakan type curves atau dengan program computer. Dengan kata lain decline curve analysis merupakan suatu cara yang digunakan untuk menganalisis penurunan produksi dan sekaligus meramalkan keadaan di masa datang dari sumur minyak dan gas. Model teoritis yang dipilih melalui proses type curves kemudian digunakan untuk memprediksi jumlah volume minyak atau gas di tempat (oil in place dan gas in place) dan juga untuk mengetahui macam-macam sifat dari formasi. Metode ini bukan hanya menemukan analisis terhadap kurva rate terhadap waktu, tetapi juga dapat menyediakan data yang cukup akurat dan mendekati bila dibandingkan dengan transient test yang merupakan metode konvensional, ditambah lagi metode ini mengurangi biaya yang harus terbuang saat kehilangan produksi untuk transient test. Decline curve analysis secara konvensional ini hanya dapat digunakan apabila sejarah produksi cukup panjang sehingga trend dari data yang terbentuk dapat diidentifikasi.
Analisis decline curve tidak didasari oleh suatu teori yang fundamental tetapi diciptakan berdasarkan observasi secara empiris dari kurva yang terbentuk melalui plot penurunan produksi. Analisis decline curve diaplikasikan karena observasi secara empiris yang alami dan dapat digunakan secara khusus untuk suatu lingkup tertentu. Hal yang perlu diperhatikan ketika menggunakan decline curve analysis adalah faktor-faktor yang menyebabkan penurunan produksi tetap, tidak berubah dan berlanjut selama waktu peramalan. Faktor-faktor ini meliputi kondisi reservoir maupun kondisi operasional. Faktor-faktor reservoir yang dapat mempengaruhi penurunan produksi diantaranya adalah penurunan tekanan, jumlah sumur produksi, mekanisme pendorong, karakteristik reservoir, perubahan saturasi dan permeabilitas relatif. Sedangkan faktor-faktor operasional yang dapat berpengaruh terhadap penurunan produksi diantaranya adalah tekanan separator, ukuran tubing, workover dan artificial lift. Selama kondisi ini tidak berubah maka trend atau kemiringan dari kurva penurunan produksi dapat dianalisis dan dapat diekstrapolasi untuk meramalkan kinerja sumur di masa datang.
Untuk menganalisa kurva penurunan produksi, maka pada umumnya digunakan dua set kurva yaitu laju produksi diplot terhadap waktu atau terhadap produksi kumulatif. Waktu adalah variabel bebas yang sangat baik untuk meramalkan produksi dan evaluasi ekonomi karena ekstrapolasi dari grafik laju produksi dan waktu dapat digunakan secara langsung.
Ada dua periode yang perlu dipertimbangkan dalam menganalisa kurva-kurva ini, yaitu :
1.  Transient decline (infinite acting), terjadi ketika jari-jari pengurasan belum mencapai batas terluar dari reservoir.
2.  Depletion decline (pseudosteady-state), terjadi setelah jari-jari pengurasan mencapai batas terluar reservoir.

Metode Produksi Migas


Secara umum ada dua metode yang digunakan dalam teknik produksi minyak bumi, yaitu :
      1.   Metode sembur alam (Natural Flow)
            Natural Flow yaitu produksi sumur minyak dan gas bumi secara alami tanpa bantuan peralatan-peralatan buatan. Sumur produksi ini memiliki fluida yang dapat mengalir dengan sendirinya ke permukaan melalui tubing karena memiliki tekanan reservoir yang lebih tinggi daripada tekanan hidrostatik kolom fluida yang berada dalam lubang sumur tersebut.
2.   Metode pengangkatan buatan (Artificial Lift)
            Artificial lift adalah metode pengangkatan buatan fluida dengan menggunakan peralatan pengangkatan buatan. Pertimbangan untuk memasang alat bantu tersebut karena kecilnya tekanan sumur yang ada. Selain itu peralatan ini juga untuk mengejar target produksi, sehingga sumur-sumur yang masih mengalir secara alami juga dipasang peralatan artificial baru.
            Kemampuan berproduksi suatu sumur minyak dan gas akan mengalami penurunan sebagai akibat terjadinya perubahan kondisi pengurasan. Perubahan ini disebabkan oleh penurunan dari kemampuan reservoir untuk mengalirkan fluida ke lubang sumur. Keadaan ini dapat menyebabkan sumur tidak berproduksi secara natural flow atau mungkin masih mampu berproduksi secara natural flow tetapi pada laju reaksi yang rendah. Jika minyak yang terdapat dalam reservoir masih mempunyai nilai ekonomis, maka perlu diusahakan untuk memproduksi sisa minyak tersebut dengan teknik pengangkatan buatan (artificial lift).

Friday, April 13, 2012

Efisiensi Peralatan Mekanis

1.    Efisiensi operator (Operator Efficiency)
Merupakan faktor manusia yang menggerakkan alat-alat yang sukar untuk ditentukan efisiensinya, secara tepat, karena selalu berubah-ubah dari hari ke hari bahkan dari jam ke jam, tergantung dari keadaan cuaca (alam), kondisi alat yang dikemudikannya, suasana kerja, ketinggian area kerja, dan lain-lain. Kadang-kadang suatu perangsang dalam bentuk upah tambahan (incentive) dapat mempertinggi efisiensi operator.
Sebenarnya efisiensi operator tidak hanya dipengaruhi oleh kemalasan pekerjaan itu, tetapi juga karena kelambatan-kelambatan dan hambatan-hambatan yang tak mungkin dihindari, seperti melumasi kendraan, mengganti yang aus, membersihkan bagian-bagian terpenting sesudah sekian jam dipakai, memindahkan ke tempat lain, tidak adanya keseimbangan antara alat-alat angkut dan alat-alat muat, menunggu suatu peledakan pada daerah yang akan dilalui, perbaikan jalan, dan lain-lain. Karena hal-hal tersebut diatas, sangat jarang selama satu jam itu operator benar-benar bekerja penuh selama 60 menit. Berdasarkan pengalaman, maka bila operator dapat bekerja selalam 50 menit dalam satu jam, ini berarti efisiensinya adalah 83%, maka hal itu dianggap baik sekali jika alatnya menggunakan ban karet.
Jadi dalam menentukan  jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan harus diingat juga efisiensi pekerja-pekerjanya.

2.    Efisiensi alat mekanis
Sehubungan dengan efisiensi operator tersebut diatas perlu juga diingat keadaan alat mekanisnya, karena hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat efisiensi operatornya.
Beberapa pengertian yang dapat menunjukkan keadaan alat mekanis dan keefektifan penggunaannya antara lain :
  a.    Availabilty index (AI) atau Mechanical availability (MA)
Merupakan suatu cara untuk mengetahui kondisi mekanis yang sesungguhnya dari alat yang sedang dipergunakan.
  b.    Physical availability (PA) atau Operational availability (OA)
Merupakan catatan mengenai keadaan fisik dari alat yang sedang dipergunakan. Physical Availability pada umumnya selalu lebih besar daripada Mechanical Availability. Tingkat effisiensi dari sebuah alat mekanis naik jika angka PA mendekati angka MA.
  c.    Use of availibility (UA)
Menunjukkan berapa persen waktu yang dipergunakan oleh suatu alat untuk beroperasi pada saat alat tersebut dapat dipergunakan (available). Angka UA biasanya dapat memperlihatkan seberapa efektif suatu alat yang tidak sedang rusak dapat dimanfaatkan. Hal ini dapat menjadi ukuran seberapa baik pengelolaan (manajemen) peralatan yang digunakan.
  d.     Effective utilization (EU)
Menunjukkan berapa persen dari kesuluruhan waktu kerja yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk kerja produktif. Effective utilization sebenarnya sama dengan pengertian effisiensi kerja, dengan persamaan sebagai berikut adalah :

3.    Efisiensi kerja
Dalam merencanakan suatu proyek, produktivitas per jam alat yang diperlukan adalah produktivitas standar dari alat tersebut pada kondisi ideal dikalikan dengan faktor efisiensi kerja. Efesiensi kerja tergantung faktor : topografi, keahlian operator, pemilihan standar pemeliharaan, dan sebagainya yang menyangkut operasi alat.
Dalam kenyataannya memang sulit menentukan besarnya efisiensi kerja alat, tetapi dengan dasar pengalaman dapat ditentukan efisiensi yang mendekati kenyataan.

Pola Penggalian dan Pemuatan Pada Tambang Terbuka

Pola pemuatan yang digunakan tergantung pada kondisi lapangan operasi pengupasan serta alat mekanis yang digunakan dengan asumsi bahwa setiap alat angkut yang datang, mangkuk (bucket) alat gali muat sudah terisi penuh dan siap ditumpahkan. Setelah alat angkut terisi penuh segera keluar dan dilanjutkan dengan alat angkut lainnya sehingga tidak terjadi waktu tunggu pada alat angkut maupun alat      gali-muatnya.
Pola pemuatan pada operasi pengangkutan di tambang terbuka dikelompokkan berdasarkan posisi back hoe terhadap front penggalian dan posisi dump truck terhadap back hoe.
Proses pemuatan pada operasi penambangan dapat dibagi tiga macam yaitu frontal cut, parallel cut with drive-by, dan parallel cut with turn and back.
1.    Frontal cut
Back hoe berhadapan dengan muka jenjang atau front penggalian. Pada pola ini back hoe memuat pertama pada dump truck sebelah kanan sampai penuh dan berangkat, setelah itu dilanjutkan pada dump truck sebelah kiri.
2.    Paralel cut with Drive-by
Back hoe bergerak melintang dan sejajar dengan front penggalian. Pola ini ditetapkan apabila lokasi pemuatan memiliki dua akses dan berdekatan dengan lokasi penimbunan. Sudut putar rata-rata lebih besar daripada sudut frontal cut, tetapi waktu tunggu bagi back hoe dan dump truck lebih kecil daripada parallel cut with turn and back.
3.    Parallel cut with turn and back
Parallel cut with turn and back terdiri dari dua metode berdasarkan cara pemuatannya, yaitu:
  • Single stopping, dump truck kedua menunggu selagi back hoe memuat ke dump truck pertama. Setelah dump truck pertama berangkat, dump truck kedua berputar dan mundur. Saat dump truck kedua diisi, dump truck ketiga datang dan menunggu untuk bermanuver dan seterusnya.
  • Double stopping, dump truck memutar dan mundur ke salah satu sisi back hoe selagi back hoe memuati dump truck pertama. Begitu dump truck pertama berangkat, back hoe mengisi dump truck kedua. Ketika dump truck kedua diisi dump truck ketiga datang dan seterusnya.

Pola pemuatan dapat dilihat dari beberapa keadaan yang ditunjukkan alat gali-muat dan alat angkut, yaitu :
1.    Pola pemuatan berdasarkan jumlah penempatan posisi alat angkut untuk dimuati terhadap posisi alat gali muat.
a.    Single back up,
Yaitu alat angkut memposisikan diri untuk dimuat pada satu tempat sedangkan alat angkut berikutnya menunggu alat angkut pertama dimuati sampai penuh, setelah alat angkut pertama berangkat maka alat angkut kedua memposisikan diri untuk dimuati sedangkan truk ketiga menunggu, dan begitu seterusnya.

b.    Double back up,
Yaitu alat angkut memposisikan diri untuk dimuati pada dua tempat, kemudian alat gali muat mengisi salah satu alat angkut sampai penuh setelah itu mengisi alat angkut kedua yang sudah memposisikan diri di sisi lain sementara alat angkut kedua diisi, alat angkut ketiga memposisikan diri di tempat yang sama dengan alat angkut pertama dan seterusnya 
2.    Pola pemuatan yang didasarkan pada keadaan alat gali muat yang berada di atas atau di bawah jenjang.
  • Top Loading, yaitu alat gali muat melakukan penggalian dengan menempatkan dirinya di atas jenjang atau alat angkut berada di bawah alat gali muat
  •  Bottom Loading, yaitu alat gali muat melakukan penggalian dengan menempatkan dirinya di jenjang yang sama dengan posisi alat angkut.