EDUCATION 4 MINING STUDENT

Wednesday, May 27, 2009

Sisi Lain Batubara Cair

DiAmerika, industri batubara sedang menggembar-gemborkan rencana untuk mengubah jutaan ton batubara menjadi diesel ataupun bahan bakar cair lainnya. Beberapa pihak menilai rencana ini merupakan sebuah proses yang mahal dan tidak efisien. Alasannya sederhana: masalah lingkungan. Batubara cair diproduksi saat batubara dikonversi menjadi bahan bakar cair yang dapat digunakan untuk transportasi. Terdapat dua metode untuk mengkonversi batubara menjadi bahan bakar cair: - Direct liquefaction Pada metode ini, batubara dilarutkan pada temperatur dan tekanan tinggi. Proses ini sangat efisien, namun produk cair membutuhkan pemurnian lebih jauh untuk dapat menghasilkan karakteristik bahan bakar yang bagus. - Indirect liquefaction Pada metode ini, batubara digasifikasi untuk membentuk syngas (campuran hidrogen dan karbon monoksida). Syngas tersebut selanjutnya dikondensasi dengan menggunakan katalis (tahap Fischer-Tropsch) untuk menghasilkan produk berkualitas tinggi.



Proses Pembuatan Coal to Liquid

Bahan bakar cair turunan batubara ini memiliki sifat bebas sulfur, berkadar partikulat rendah dan berkadar nitrogen oksida rendah. Kelebihan lain dari penggunaan batubara cair adalah batubara tersedia di seluruh dunia, sehingga dapat meningkatkan energy security dari suatu daerah. Namun, beberapa pihak menolak pengguanaan batubara cair ini sebagai bahan bakar alternatif. Dalam penggunaannya, batubara cair sebagai bahan bakar alternatif dinilai dapat: 1. Meningkatkan dampak negatif dari penambangan batubara 2. Menimbulkan efek global warming sebesar hampir dua kali lipat per gallon bahan bakar


Emisi CO2 CTL

Penyebaran skala besar pabrik batubara cair dapat menyebabkan peningkatan yang signifikan dari penambangan batubara. Penambangan batubara akan memberikan dampak negatif yang berbahaya. Penambangan ini dapat menyebabkan limbah yang beracun dan bersifat asam serta akan mengkontaminasi air tanah. Selain dapat meningkatkan efek berbahaya terhadap lingkungan, peningkatan produksi batubara juga dapat menimbulkan dampak negatif pada orang-orang yang tinggal dan bekerja di sekitar daerah penambangan. Produksi batubara cair membutuhkan batubara dan energi dalam jumlah yang besar. Proses ini juga dinilai tidak efisien. Faktanya, 1 ton batubara hanya dapat dikonversi menjadi 2 barel bensin. Proses konversi yang tidak efisien, sifat batubara yang kotor, dan kebutuhan energi dalam jumlah yang besar tersebut menyebabkan batubara cair menghasilkan hampir dua kali lipat emisi penyebab global warming dibandingkan dengan bensin biasa. Walaupun karbon yang terlepas selama produksi ditangkap dan disimpan, batubara cair tetap akan melepaskan 4 hingga 8 persen polusi global warming lebih banyak dibandingkan dengan bensin biasa.


Emisi Berbagai Bahan Bakar

Beberapa ahli menyatakan bahwa penggunaan batubara cair termasuk kategori “bersih” karena bebas sulfur, namun saat batubara diubah menjadi bahan bakar transportasi, dua aliran karbon dioksida terbentuk: satu dari pabrik produksi batubara cair dan satu dari pipa pembuangan kendaraan yang membakar bahan bakar tersebut. Emisi dari pabrik produsen batubara cair lebih besar daripada pabrik produsen dan pemurnian minyak mentah untuk memproduksi bensin, diesel, dan bahan bakar transportasi lainnya. Selain berdampak negatif pada global warming, batubara cair juga memiliki dampak negatif lain terhadap lingkungan. Lebih dari 4 gallon air dibutuhkan untuk setiap gallon bahan bakar yang diproduksi. Hal ini akan mengancam persediaan air yang terbatas. Dampak-dampak di atas menjelaskan bahwa penggunaan batubara sebagai bahan bakar alternatif berbahaya bagi lingkungan dan tidak sejalan dengan pencarian solusi masalah global warming. Beberapa pihak menilai dibandingkan dengan menggunakan batubara cair sebagai bahan bakar alternatif, lebih baik berinvestasi untuk industri energi yang lebih ramah lingkungan dan membantu kita menyelesaikan permasalahan global warming. Batubara cair, dilihat dari dampak negatif di atas, bukanlah jawaban yang tepat untuk masa depan energi dunia.

Monday, May 18, 2009

undang undang pertambangan


Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor: 11 TAHUN 1967 (11/1967)

Tanggal: 2 DESEMBER 1967 (JAKARTA)

Sumber: LN 1967/22; TLN NO. 2831

Tentang: KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN

Indeks: PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA.
KAMI, PEJABAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa guna mempercepat terlaksananya pembangunan ekonomi Nasional dalam menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila maka perlulah dikerahkan semua dana dan daya untuk mengolah dan membina segenap kekuatan ekonomi potensiil di bidang pertambangan menjadi kekuatan ekonomi riil;
b. bahwa berhubungan dengan itu, dengan tetap berpegang pada Undang-undang Dasar 1945, dipandang perlu untuk mencabut Undang-undang REFR DOCNM="60ppu037">No. 37 Prp tahun 1960 tentang Pertambangan (Lembaran-Negara tahun 1960 No. 119) serta menggantinya dengan Undang-undang Pokok Pertambangan yang baru yang lebih sesuai dengan kenyataan yang ada, dalam rangka memperkembangkan usaha-usaha pertambangan Indonesia di masa sekarang dan di kemudian hari;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXI/MPRS/1966.
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/MPRS/1966;
4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXXIII/MPRS/1967;
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia REFR DOCNM="66kp163">No. 163 tahun 1966;
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia REFR DOCNM="67kp171">No. 171 tahun 1967;


Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;

Memutuskan :

I. Mencabut Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960 tentang Pertambangan (Lembaran-Negara tahun 1960 No. 119).
II. Menetapkan: Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.

BAB I.
KETENTUAN UMUM.

Pasal 1.

Penguasaan bahan galian.

Semua bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia yang merupakan endapan-endapan alam sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah kekayaan Nasional bangsa Indonesia dan oleh karenanya dikuasai dan dipergunakan oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat.

Pasal 2.

Istilah-istilah.

a. bahan galian: unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan-endapan alam;
b. hak tanah: hak atas sebidang tanah pada permukaan bumi menurut hukum Indonesia;
c. penyelidikan umum: penyelidikan secara geologi umum atau geofisika, di daratan, perairan dan dari udara, segala sesuatu dengan maksud untuk membuat peta geologi umum atau untuk menetapkan tanda-tanda adanya bahan galian pada umumnya;
d. eksplorasi: segala penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan lebih teliti/saksama adanya dan sifat letakan bahan galian;
e. eksploitasi: usaha pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya;
f. pengolahan dan pemurnian: pengerjaan untuk mempertinggi mutu bahan galian serta untuk memanfaatkan dan memperoleh unsur-unsur yang terdapat pada bahan galian itu.
g. pengangkutan: segala usaha pemindahan bahan galian dan hasil pengolahan dan pemurnian bahan galian dari daerah eksplorasi atau tempat pengolahan/pemurnian;
h. penjualan: segala usaha penjualan bahan galian dan hasil pengolahan/pemurnian bahan galian;
i. kuasa pertambangan: wewenang yang diberikan kepada badan/perseorangan untuk melaksanakan usaha pertambangan;
j. Menteri: Menteri yang lapangan tugasnya meliputi urusan pertambangan.
k. Wilayah hukum pertambangan Indonesia: seluruh kepulauan Indonesia, tanah di bawah perairan Indonesia dan paparan benua (continental shelf) kepulauan Indonesia;
l. Perusahaan Negara:
a. Perusahaan Negara seperti yang dimaksud dalam Undang-undang tentang Perusahaan Negara yang berlaku;
b. Badan hukum yang seluruh modalnya berasal dari Negara;
m. Perusahaan Daerah: Perusahaan seperti yang dimaksud dalam Undang-undang tentang Perusahaan Daerah yang berlaku;
n. Pertambangan Rakyat; yang dimaksud dengan Pertambangan Rakyat adalah satu usaha pertambangan bahan-bahan galian dari semua golongan a, b dan c seperti yang dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan atau secara gotong-royong dengan alat-alat sederhana untuk pencaharian sendiri.

BAB II.
PENGGOLONGAN DAN PELAKSANAAN PENGUSAHAAN
BAHAN GALIAN.

Pasal 3.

(1) Bahan-bahan galian dibagi atas tiga golongan:

a. golongan bahan galian strategis;
b. golongan bahan galian vital;
c. golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam golongan a atau b.

(2) Penunjukan sesuatu bahan galian ke dalam sesuatu golongan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 4.

(1) Pelaksanaan Penguasaan Negara dan pengaturan usaha pertambangan bahan galian tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf a dan b dilakukan oleh Menteri;

TGPT NAME="ps4(2)">(2) Pelaksanaan Penguasaan Negara dan pengaturan usaha pertambangan bahan galian tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf c dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I tempat terdapatnya bahan galian itu.

(3) Dengan memperhatikan kepentingan pembangunan Daerah khususnya dan Negara umumnya Menteri dapat menyerahkan pengaturan usaha pertambangan bahan galian tertentu dari antara bahan-bahan galian tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf b kepada Pemerintah Daerah Tingkat I tempat terdapatnya bahan galian itu.

BAB III.
BENTUK DAN ORGANISASI PERUSAHAAN PERTAMBANGAN.

Pasal 5.

Usaha pertambangan dapat dilaksanakan oleh :

a. Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri;
b. Perusahaan Negara;
c. Perusahaan Daerah;
d. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara dan Daerah.
e. Koperasi;
f. Badan atau perseorangan swasta yang memenuhi syarat-syarat yang dimaksud dalam pasal 12 ayat (1);
g. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara dan/atau Daerah dengan Koperasi dan/atau Badan/Perseorangan Swasta yang memenuhi syarat-syarat yang dimaksud dalam pasal 12 ayat (1);
h. Pertambangan Rakyat.

Pasal 6.

Usaha pertambangan bahan galian tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh :

a. Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri;
b. Perusahaan Negara.

Pasal 7.

Bahan galian tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf a, dapat pula diusahakan oleh pihak swasta yang memenuhi syarat-syarat sebagai dimaksud dalam pasal 12 ayat (1), apabila menurut pendapat Menteri, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dari segi ekonomi dan perkembangan pertambangan, lebih menguntungkan bagi Negara apabila diusahakan oleh pihak swasta.

Pasal 8.

Apabila jumlah endapan bahan galian tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf a sedemikian kecilnya sehingga menurut pendapat Menteri akan lebih menguntungkan jika diusahakan secara sederhana atau kecil-kecilan, maka endapan bahan galian itu dapat diusahakan secara Pertambangan Rakyat sebagai dimaksud dalam
pasal 11.

Pasal 9.

(1) Usaha pertambangan bahan galian tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh :

a. Negara atau Daerah.
b. Badan atau Perseorangan Swasta yang memenuhi syarat- syarat yang dimaksud dalam pasal 12 (1).

(2) Usaha pertambangan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini dapat dilaksanakan oleh :

a. Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri;
b. Perusahaan Negara;
c. Perusahaan Daerah;

h;
d. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara/Perusahaan di satu pihak dengan Daerah Tingkat I dan/atau Daerah Tingkat II atau Perusahaan Daerah di pihak lain;
c. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara/Perusahaan Negara dan/atau Daerah/Perusahaan Daerah di satu pihak dengan Badan dan/atau Perseorangan Swasta di pihak lain.

(3) Perusahaan yang dimaksud dalam ayat (2) huruf e pasal ini harus berbentuk Badan hukum dengan ketentuan bahwa Badan dan/atau Perseorangan Swasta yang ikut dalam perusahaan itu harus memenuhi syarat-syarat yang dimaksud dalam pasal 12 ayat (1).

Pasal 10.

(1) Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang belum atau tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Instansi Pemerintah atau Perusahaan Negara yang bersangkutan selaku pemegang kuasa pertambangan.

(2) Dalam mengadakan perjanjian karya dengan kontraktor seperti yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini Instansi Pemerintah atau Perusahaan Negara harus berpegang pada pedoman-pedoman, petunjuk-petunjuk dan syarat-syarat yang diberikan oleh Menteri.

(3) Perjanjian karya tersebut dalam ayat (2) pasal ini berlaku sesudah disahkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat apabila menyangkut eksploitasi golongan a sepanjang mengenai bahan galian yang ditentukan dalam pasal 13 Undang-undang ini dan/atau yang perjanjian karyanya berbentuk penanaman modal asing.

Pasal 11.

Pertambangan Rakyat.

(1) Pertambangan Rakyat bertujuan memberikan kesempatan kepada rakyat setempat dalam mengusahakan bahan galian untuk turut serta membangun Negara di bidang pertambangan dengan bimbingan Pemerintah.

(2) Pertambangan Rakyat hanya dilakukan oleh Rakyat setempat yang memegang Kuasa Pertambangan (izin) Pertambangan Rakyat.

(3) Ketentuan-ketentuan mengenai Pertambangan Rakyat dan cara serta syarat-syarat untuk memperoleh Kuasa Pertambangan (Izin) Pertambangan Rakyat diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 12.

(1) Kuasa Pertambangan untuk pelaksanaan usaha pertambangan bahan-bahan galian yang tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf b dapat diberikan kepada :

a. Badan Hukum Kopersi.
b. Badan Hukum Swasta yang didirikan sesuai dengan peraturan-peraturan Republik Indonesia bertempat kedudukan di Indonesia dan bertujuan berusaha dalam lapangan pertambangan dan pengurusnya mempunyai kewarganegaraan Indonesia dan bertempat tinggal di Indonesia.
c. Perseorangan yang berkewarganegaraan Indonesia dan bertempat tinggal di Indonesia.

(2) Khusus untuk usaha eksploitasi, sebelum diberikan kuasa pertambangan kepada pihak termaksud dalam ayat (1) pasal ini, haruslah didengar lebih dahulu pendapat dari suatu Dewan Pertambangan, yang pembentukan dan penentuan susunannya akan diatur oleh Pemerintah.

Pasal 13.

Dengan Undang-undang ditentukan bahan-bahan galian yang harus diusahakan semata-mata oleh Negara dan cara melaksanakan usaha tersebut.

BAB IV.
USAHA PERTAMBANGAN.

Pasal 14.

Usaha pertambangan bahan-bahan galian dapat meliputi :

a. penyelidikan umum.
b. eksplorasi;
c. eksploitasi;
d. pengolahan dan pemurnian;
e. pengangkutan;
f. penjualan.

BAB V.
KUASA PERTAMBANGAN.

Pasal 15.

(1) Usaha pertambangan termaksud dalam pasal 14 hanya dapat dilakukan oleh perusahaan atau perseorangan yang tersebut dalam pasal 6, 7, 8 dan 9 apabila kepadanya telah diberikan kuasa pertambangan.

(2) Ketentuan-ketentuan tentang isi, wewenang, luas wilayah dan syarat-syarat kuasa pertambangan serta kemungkinan pemberian jasa penemuan bahan galian baik langsung oleh Pemerintah maupun dalam rangka pemberian kuasa pertambangan, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Kuasa pertambangan diberikan dengan Keputusan Menteri. Dalam Keputusan Menteri itu dapat diberikan ketentuan- ketentuan khusus disamping apa yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah yang termaksud dalam ayat (2) pasal ini.

(4) Kuasa pertambangan dapat dipindahkan kepada perusahaan atau perseorangan lain bilamana memenuhi ketentuan-ketentuan dalam pasal 5, 6, 7, 8, 9 dan 12 dengan persetujuan Menteri.

Pasal 16.

(1) Dalam melakukan pekerjaan usaha pertambangan berdasarkan suatu kuasa pertambangan, maka Pertambangan Rakyat yang telah ada tidak boleh diganggu, kecuali bilamana Menteri menetapkan lain demi kepentingan Negara.

(2) Pekerjaan usaha pertambangan berdasarkan suatu kuasa pertambangan tidak boleh dilakukan di wilayah yang tertutup untuk kepentingan umum dan pada lapangan sekitar lapangan-lapangan dan bangunan-bangunan pertahanan.

(3) Wilayah pekerjaan usaha pertambangan berdasarkan suatu kuasa pertambangan tidak meliputi:

a. tempat-tempat kuburan, tempat-tempat yang dianggap suci, pekerjaan-pekerjaan umum, misalnya jalan-jalan umum, jalan kereta api, saluran air, listrik, gas dan sebagainya.
b. tempat-tempat pekerjaan usaha pertambangan lain;
c. bangunan-bangunan, rumah tempat tinggal atau pabrik- pabrik beserta tanah-tanah pekarangan sekitarnya, kecuali dengan izin yang berkepentingan.

(4) Dalam hal dianggap sangat perlu untuk kepentingan pekerjaan usaha pertambangan berdasarkan suatu kuasa pertambangan, pemindahan sebagaimana termaksud dalam ayat (3) pasal ini dapat dilakukan atas beban pemegang kuasa pertambangan dan setelah diperoleh izin dari yang berwajib.

BAB VI.
CARA DAN SYARAT-SYARAT BAGAIMANA
MEMPEROLEH KUASA PERTAMBANGAN.

Pasal 17.

(1) Permintaan untuk memperoleh kuasa pertambangan diajukan kepada Menteri.

(2) Dengan Keputusan Menteri diatur cara mengajukan permintaan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, begitu pula syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh peminta, apabila belum ditentukan dalam Peraturan Pemerintah termaksud dalam pasal 15 ayat (2)

Pasal 18.

Permintaan kuasa pertambangan hanya dipertimbangkan oleh Menteri setelah peminta membuktikan kesanggupan dan kemampuannya terhadap usaha pertambangan yang akan dijalankan.

Pasal 19.

Dengan mengajukan permintaan kuasa pertambangan, maka peminta dengan sendirinya menyatakan telah memilih domisili pada Pengadilan Negeri yang berkedudukan di dalam Daerah Tingkat I yang bersangkutan.

BAB VII
BERAKHIRNYA KUASA PERTAMBANGAN.

Pasal 20.

Kuasa pertambangan berakhir:

a. Karena dikembalikan;
b. Karena dibatalkan;
c. Karena habis waktunya.

Pasal 21.

(1) Pemegang kuasa pertambangan dapat menyerahkan kembali kuasa pertambangannya dengan pernyataan tertulis kepada Menteri.

(2) Pernyataan tertulis yang dimaksud data ayat (1) pasal ini disertai dengan alasan-alasannya yang cukup apa sebabnya pernyataan itu disampaikan.

(3) Pengembalian kuasa pertambangan dinyatakan sah setelah disetujui oleh Menteri.

Pasal 22.

(1) Kuasa pertambangan dapat dibatalkan dengan keputusan Menteri:

a. apabila pemegang kuasa pertambangan tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam pasal 15 ayat (2) atau yang ditentukan dalam Keputusan Menteri yang tersebut dalam pasal 15 ayat (3);

b. jikalau pemegang kuasa pertambangan ingkar menjalankan perintah-perintah dan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh pihak yang berwajib untuk kepentingan Negara.

(2) Kuasa pertambangan dapat dibatalkan dengan Keputusan Menteri untuk kepentingan Negara.

Pasal 23.

Apabila waktu yang ditentukan dalam suatu kuasa pertambangan telah berakhir, sedangkan untuk kuasa pertambangan tersebut tidak diberikan perpanjangan maka kuasa pertambangan tersebut berakhir menurut hukum.

Pasal 24.

(1) Jika Kuasa pertambangan berakhir karena hal-hal termaksud dalam pasal 21, 22 ayat (1) dan pasal 23, maka:

a. segala beban yang diberatkan kepada kuasa pertambangan batal menurut hukum;
b. Wilayah kuasa pertambangan kembali kepada kekuasaan Negara.
c. segala sesuatu yang diperlukan untuk pengamanan bangunan-bangunan tambang dan kelanjutan pengambilan bahan-bahan galian menjadi hak Negara tanpa penggantian kerugian kepada pemegang kuasa pertambangan;
d. perusahaan atau perseorangan yang memegang kuasa pertambangan itu diharuskan menyerahkan semua klise dan bahan-bahan peta, gambar-gambar ukuran tanah dan sebagainya yang bersangkutan dengan usaha pertambangan kepada Menteri dengan tidak menerima ganti kerugian.

(2) Menyimpang dari bunyi ayat (1) pasal ini, maka bilamana kuasa pertambangan dibatalkan untuk kepentingan Negara, maka kepadanya diberi ganti kerugian yang wajar.

(3) Menteri menetapkan waktu dalam mana pemegang kuasa pertambangan terakhir diberi kesempatan untuk mengangkat segala sesuatu yang menjadi hak miliknya. Segala sesuatu yang belum diangkat dalam waktu tersebut menjadi milik Negara.

BAB VIII
HUBUNGAN KUASA PERTAMBANGAN DENGAN
HAK-HAK TANAH.

Pasal 25.

(1) Pemegang kuasa pertambangan diwajibkan mengganti kerugian akibat dari usahanya pada segala sesuatu yang berada di atas tanah kepada yang berhak atas tanah di dalam lingkungan daerah kuasa pertambangan maupun di luarnya, dengan tidak memandang apakah perbuatan itu dilakukan dengan atau tidak dengan sengaja, maupun yang dapat atau tidak dapat diketahui terlebih dahulu.

(2) Kerugian yang disebabkan oleh usaha-usaha dari dua pemegang kuasa pertambangan atau lebih, dibebankan kepada mereka bersama.

Pasal 26.

Apabila telah didapat izin pertambangan atas sesuatu daerah, atau wilayah menurut hukum yang berlaku, maka kepada mereka yang berhak atas tanah diwajibkan memperbolehkan pekerjaan pemegang kuasa pertambangan atas tanah yang bersangkutan atas dasar mufakat kepadanya:

a. sebelum pekerjaan dimulai, dengan diperlihatkannya surat kuasa pertambangan atau salinannya yang sah, diberitahukan tentang maksud dan tempat pekerjaan-pekerjaan itu akan dilakukan;
b. diberi ganti kerugian atau jaminan ganti kerugian itu terlebih dahulu.

Pasal 27.

(1) Apakah telah ada hak tanah atas sebidang tanah yang bersangkutan dengan wilayah kuasa pertambangan, maka kepada yang berhak diberikan ganti rugi yang jumlahnya ditentukan bersama antara pemegang kuasa pertambangan dan yang mempunyai hak atas tanah tersebut atas dasar musyawarah dan mufakat, untuk pengantian sekali atau selama hak itu tidak dapat dipergunakan.

(2) Jika yang bersangkutan tidak dapat mencapai kata mufakat tentang ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, maka penentuannya diserahkan kepada Menteri.

(3) Jika yang bersangkutan tidak dapat menerima penentuan Menteri tentang ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, maka penentuannya diserahkan kepada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi daerah/wilayah yang bersangkutan.

(4) Ganti rugi yang dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) pasal ini beserta segala biaya yang berhubungan dengan itu dibebankan kepada pemegang kuasa pertambangan yang bersangkutan.

(5) Apabila telah diberikan kuasa pertambangan pada sebidang tanah yang diatasnya tidak terdapat hak tanah, maka atas sebidang tanah tersebut atau bagian-bagiannya tidak dapat diberi hak tanah kecuali dengan persetujuan Menteri.

BAB IX.
PUNGUTAN-PUNGUTAN NEGARA.

Pasal 28.

(1) Pemegang kuasa pertambangan membayar kepada Negara iuran tetap, iuran eksplorasi dan/atau eksploitasi dan/atau pembayaran-pembayaran yang berhubungan dengan kuasa pertambangan yang bersangkutan.

(2) Pungutan-pungutan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Kepada Daerah Tingkat I dan II diberikan bagian dari pungutan-pungutan Negara tersebut, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB X.
PENGAWASAN PERTAMBANGAN.

TGPT NAME="ps29">Pasal 29.

(1) Tata-usaha, pengawasan pekerjaan usaha pertambangan dan pengawasan hasil pertambangan dipusatkan kepada Menteri dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

(2) Pengawasan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini terutama meliputi keselamatan kerja, pengawasan produksi dan kegiatan lainnya dalam pertambangan yang menyangkut kepentingan umum.

Pasal 30.

Apabila selesai melakukan penambangan bahan galian ada suatu tempat pekerjaan, pemegang kuasa pertambangan yang bersangkutan diwajibkan mengembalikan tanah sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan bahaya penyakit atau bahaya lainnya bagi masyarakat sekitarnya.

BAB XI.

KETENTUAN-KETENTUAN PIDANA.

Pasal 31.

(1) Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun dan/atau dengan denda setinggi-tingginya lima ratus ribu rupiah, barangsiapa yang tidak mempunyai kuasa pertambangan melakukan usaha pertambangan seperti dimaksud dalam pasal 14 dan 15.

(2) Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun dan/atau dengan denda setinggi-tingginya lima puluh ribu rupiah, barangsiapa yang melakukan usaha pertambangan sebelum memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap yang berhak atas tanah menurut Undang-undang ini.

Pasal 32.

(1) Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun dan/atau dengan denda setinggi-tingginya lima ribu rupiah, barangsiapa yang tidak berhak atas tanah merintangi atau mengganggu usaha pertambangan yang sah.

(2) Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan/atau dengan denda setinggi-tingginya sepuluh ribu rupiah, barangsiapa yang berhak atas tanah merintangi atau mengganggu usaha pertambangan yang sah, setelah pemegang kuasa pertambangan memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang tercantum dalam pasal 26 dan 27 Undang-undang ini.


Pasal 33.

Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan/atau dengan denda setinggi-tingginya sepuluh ribu rupiah:

a. Pemegang kuasa pertambangan yang tidak memenuhi atau tidak melaksanakan syarat-syarat yang berlaku menurut Undang-undang ini dan/atau Undang-undang termaksud dalam pasal 13 atau Peraturan Pemerintah dan/atau Surat Keputusan Menteri yang diberikan berdasarkan Undang-undang ini dan/atau Undang-undang termaksud dalam pasal 13.

b. Pemegang kuasa pertambangan yang tidak melakukan perintah-perintah dan/atau petunjuk-petunjuk yang berwajib berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 34.

(1) Jikalau pemegang kuasa pertambangan atau wakilnya adalah suatu perseoran, maka hukuman termaksud pasal 31, 32 dan 33 dijatuhkan kepada para anggota pengurus.

(2) Tindak pidana yang dimaksud dalam pasal 31 ayat (1) adalah kejahatan dan perbuatan-perbuatan lainnya adalah pelanggaran.

BAB XII.
KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP.

Pasal 35.

(1) Semua hak pertambangan dan kuasa pertambangan perusahaan Negara, perusahaan swasta, badan lain atau perseorangan yang diperoleh berdasarkan peraturan yang ada sebelum saat berlakunya Undang-undang ini, tetap dapat dijalankan sampai sejauh masa berlakunya, kecuali ada penetapan lain menurut Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan berdasarkan kepada Undang-undang ini.

(2) Sebelum penetapan menurut Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam ayat (1) diatas dikeluarkan, pemegang-pemegang hak dan kuasa pertambangan tersebut harus menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Undang-undang ini.

Pasal 36.

(1) Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan cara pengusahaan pertambangan oleh perusahaan negara, perusahaan swasta, badan lain atau perseorangan yang tersebut dalam pasal 35 ayat (1) diatas serta peraturan perundang-undangan lainnya yang masih berlaku pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini tetap berlaku selama belum ada ketentuan-ketentuan pengganti berdasarkan Undang-undang ini.

(2) Semua peraturan perundang-undangan yang bersumber kepada undang-undang No. 37 Prp tahun 1960 yang masih berlaku pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, tetap berlaku sepanjang tidak dicabut, dirubah atau ditambah berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 37.

Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan dan disebut Undang-undang Pokok Pertambangan.

Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 2 Desember 1967.
Pd. Presiden Republik Indonesia,

SOEHARTO
Jenderal TNI.

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Desember 1967.
Sekretaris Kabinet Ampera,

SUDHARMONO S.H.
Brig. Jen. TNI.


PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG No. 11 TAHUN 1967
tentang
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN.

A. PENJELASAN UMUM.

Bahwa pada mulanya Undang-undang Pertambangan yang berlaku pada waktu Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan adalah Indonesische Mijnwet tahun 1907.
Dalam perkembangan politik Nasional hal tersebut tidaklah dapat selaras lagi dengan cita-cita dasar Negara Republik Indonesia serta kepentingan Nasional pada umumnya, khususnya dibidang pertambangan. Dalam hubungan ini pada tanggal 2 Agustus 1951 telah diterima oleh Parlemen mosi yang menghendaki agar dibentuk sebuah Panitia Negara untuk Urusan Pertambangan antara lain untuk merencanakan suatu Undang-undang tentang Pertambangan sebagai pengganti Indonesische Mijnwet.
Maka kemudian pada tanggal 14 Oktober 1960 Indonesische Mijnwet tersebut telah dicabut dan diganti dengan Undang-undang Pertambangan yang baru yaitu Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960. Undang-undang Pertambangan yang baru tersebut pada waktu itu sekedarnya sudah dapat memenuhi tuntutan dan kepentingan Nasional di bidang Pertambangan.
Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, dirasakan bahwa Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960 itu kemudian tidak lagi dapat memenuhi tuntutan masyarakat yang ingin berusaha dalam bidang pertambangan. Masyarakat menghendaki agar kepada pihak swasta lebih diberikan kesempatan melakukan penambangan, sedangkan tugas Pemerintah ditekankan kepada usaha pengaturan, bimbingan dan pengawasan pertambangan. Hal itu ditambah lagi dengan perkembangan politik dan pembaharuan kebijaksanaan landasan ekonomi, keuangan dan pembangunan antara lain sebagaimana ditetapkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/MPRS/1966;
Maka dipandang perlu untuk lebih dipercepat penggantian Undang-undang Pokok Pertambangan yang baru.

Pokok-pokok persoalan.
Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan yang baru ini harus selaras dengan cita-cita dasar Negara Republik Indonesia dan dengan perkembangan kepentingan Nasional dalam pertambangan, yang secara mendalam harus diitinjau baik dari sudut politik dan ekonomis, maupun dari sudut sosial dan strategis.
Pokok-pokok persoalan tersebut adalah mengenai:
1. pengusaan bahan-bahan galian yang berada di dalam, dibawah dan di atas wilayah hukum pertambangan Indonesia;
2. pembagian bahan-bahan galian dalam beberapa golongan, yang didasarkan atas pentingnya bahan galian itu;
3. sifat dari perusahaan pertambangan, yang pada dasarnya harus dapat diusahakan oleh semua pihak yang berminat dan sanggup dengan tetap memperhatikan segi keamanan Negara dan tetap berdasarkan azas-azas kekeluargaan;
4. peranan Pemerintah Daerah lebih diperkuat;
5. pengertian kuasa pertambangan tetap dipertahankan;
6. adanya peraturan peralihan untuk mencegah kekosongan (vacuum) dalam menghadapi pelaksanaan Undang-undang ini.

Penjelasan pokok persoalan:
l. Mengenai semua bahan galian yang terkandung di dalam bumi dan wilayah hukum pertambangan Indonesia dinyatakan, bahwa bahan-bahan galian tersebut adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa dan dikuasi oleh Negara.
Pernyataan ini adalah dasar, yang diletakkan dalam Undang- undang Pertambangan ini, sehingga dengan pernyataan ini Negara menguasai semua bahan-bahan galian dengan sepenuh- penuhnya untuk kepentingan Negara serta kemakmuran rakyat, karena bahan-bahan galian tersebut adalah merupakan kekayaan Nasional.
Dengan pengertian baru yang disebut dataran Continental (Continental-Shelf), maka wilayah hukum pertambangan meliputi juga daerah di luar batas-batas perairan Indonesia. Pengertian perairan Indonesia inipun adalah pengertian sesudah disesuaikan dengan Undang-undang No. 4 Prp tahun 1960, tentang Perairan Indonesia (Lembaran-Negara tahun 1960 No. 22, Tambahan Lembaran-Negara No. 1942).
2. Pembagian (gradasi) bahan-bahan galian dalam golongan strategis, golongan vital dan golongan yang tidak termasuk dalam golongan strategis dan vital didasarkan atas sifat masing-masing bahan galian sendiri, diperlengkapi menurut pendapat-pendapat baru mengenai hal ini misalnya bahan-bahan galian yang radio aktif dan bahan galian lain yang strategis bagi pertahanan dan pembangunan Negara.
Karena tetap dirasakan perlu adanya Undang-undang tersendiri bagi bahan-bahan galian strategis seperti minyak bumi, aspal, lilin bumi dan sejenisnya serta semua jenis gas mudah terbakar, dan bahan galian yang radio aktif oleh karena sifatnya yang sangat khusus, maka Undang-undang tersendiri mengenai bahan-bahan galian tersebut yang telah dibuat atas dasar Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960 itu tetap dipertahankan dengan penyesuaian pada prinsip-prinsip pokok dalam Undang-undang ini.
Undang-undang Pertambahan ini dianggap sebagai peraturan pokok. Dalam pembuatan peraturan lanjutan atau meneruskan berlakunya sesuatu peraturan lanjutan itu, dasar-dasar termaksud dalam Undang-undang Pertambangan ini harus diperhatikan.
3. Dalam memanfaatkan kekayaan alam dapat diambil cara-cara penguasaannya seperti berikut:
a. Dikerjakan langsung oleh suatu Instansi Pemerintah, penguasaan oleh Instansi Pemerintah itu terutama ditujukan untuk penyelidikan umum dan eksplorasi sebagai usaha inventarisasi kekayaan alam Indonesia dan tidak dalam arti pengusahaan untuk mencari keuntungan, karena usaha pertambangan untuk mencari keuntungan tersebut seyogyanya diserahkan kepada Perusahaan-perusahaan Tambang Negara atau Swasta. Begitupun bahan radio aktif perlu diusahakan oleh Instansi Pemerintah dan dalam hal ini adalah Badan Tenaga Atom Nasional;
b. diusahakan oleh Perusahaan Negara;
c. diusahakan dengan perusahaan atas dasar modal bersama oleh pihak Negara dengan Daerah;
d. diusahakan oleh Perusahaan Daerah;
e. diusahakan oleh perusahaan yang modalnya adalah modal campuran oleh Negara dan pihak Swasta, boleh pula modal campuran dengan perseorangan, asal berkewarganegaraan Indonesia dan boleh pula dengan badan swasta yang pengurusnya seluruhnya adalah warganegara Indonesia;
f. diusahakan oleh pihak Swasta boleh oleh perseorangan asal berkewarganegaraan Indonesia, atau boleh oleh badan Swasta yang seluruhnya berkewarganegaraan Indonesia, terutama yang mempunyai bentuk koperasi.
4. Pemerintah Daerah lebih diperkuat kedudukannya, terutama dalam pengaturan bahan galian golongan c serta pembagian atas keuntungan perusahaan pertambangan yang berusaha dalam sesuatu Daerah. Sungguhpun demikian agar jangan terjadi perlapisan-perlapisan daerah tempat melakukan usaha pertambangan perlu kerja sama yang erat dengan pihak Pemerintah Pusat.
5. Pengertian konsesi atas dasar Indonesiche Mijnwet memberikan hak yang terlalu kuat bagi pemegang konsesi itu. Pengertian yang sedemikian itu tidak dapat dipertahankan lagi dan oleh Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960 pengertian itu telah dihapus dan ditukar dengan kuasa pertambangan. Pengertian kuasa pertambangan masih tetap dapat dipertahankan dalam Undang-undang ini.
6. Untuk mencegah kekosongan dalam menghadapi pelaksanaan dari Undang-undang ini masih diperlukan ketentuan Peralihan menjelang dibuatnya peraturan lanjutan. Lagi pula beberapa peraturan pelaksanaan dalam bentuk Peraturan Pemerintah yang diharapkan dikeluarkan sesudah Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960 diundangkan, ternyata sampai sekarang belum dikeluarkan dengan lengkap, baru beberapa Keputusan Menteri dan suatu Peraturan Pemerintah tentang Penggolongan Bahan Galian yang sudah dikeluarkan.
Sehingga dengan mulai berlakunya Undang-undang ini mengingat belum lengkapnya peraturan-peraturan pelaksanaan, maka "Mijn Ordonnantie" dan beberapa verordeningen selama tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dan selama belum diganti dengan peraturan-peraturan pelaksanaan baru, masih tetap berlaku disamping peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan berdasarkan Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960 itu. Dengan dikeluarkannya Undang-undang Pertambangan ini, Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960 dan penjelasannya telah dicabut. Namun demikian hak-hak pertambangan serta kuasa pertambangan yang telah ada (yang berdasarkan Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960) yang masih berlaku, akan tetap berlaku, dengan ketentuan bahwa para pemegang kuasa pertambangan tersebut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya harus menyesuaikan diri dengan cara memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan ini.

B. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL:

Pasal 1.
Sebagai telah tersebut dalam penjelasan umum, maka dengan pasal ini dinyatakan dengan tegas bahwa semua bahan galian yang terdapat di Indonesia yang masih merupakan letakan-letakan atau timbunan-timbunan alam sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah kekayaan Nasional dan dikuasai oleh Negara.

Pasal 2.
Mengenai yang tersebut dalam huruf K, dicatat di sini bahwa dataran Continental yang diartikan oleh dunia Internasional ialah semua daerah di bawah permukaan air dari pantai ke arah laut, di mana dalamnya air masih memungkinkan penyelidikan dan pengambilan hasil sumber-sumber kekayaan alam dari dasar laut dan tanah di bawahnya.

Pasal 3.
Pembagian dalam tiga golongan bahan galian didasarkan pada pentingnya bahan galian yang bersangkutan bagi Negara.
Bahan galian strategis dalam arti kata "strategis" untuk pertahanan/keamanan Negara ataupun strategis untuk menjamin perekonomian Negara. Bahan galian vital dalam arti dapat menjamin hajat hidup orang banyak. Sedang yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hajat hidup orang banyak, baik karena sifatnya maupun karena kecilnya jumlah letakan (leposit) bahan galian itu digolongkan ke dalam golongan ketiga. Berhubung dengan kemungkinan-kemungkinan dalam perkembangan teknis dan pandangan ekonomis, yang dapat merobah nilai pentingnya suatu bahan galian dianggap lebih bijaksana penggolongan itu diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan mengadakan konsultasi kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat c.q. Komisi yang bersangkutan dari Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 4.
Cukup jelas.

Pasal 5.
Cukup jelas.

Pasal 6 dan 9.
Dengan pasal 6 dan pasal 9 ini ditegaskan pengusahaan masing-masing bahan galian.
Bahan galian golongan a hanya dapat diusahakan oleh Negara atau Negara bersama Daerah; golongan b boleh oleh pihak Swasta atau dalam bentuk perusahaan yang modalnya adalah modal bersama, golongan c dan bahan-bahan galian yang tidak disebut dalam Peraturan Pemerintah Pelaksana Undang-undang ini diserahkan pengaturannya kepada Pemerintah Daerah Tingkat I.
Usaha yang dilakukan oleh Negara dapat berbentuk:
a. Pekerjaan kedinasan atau penugasan Negara kepada salah satu Instansi Pemerintah terutama Instansi Pemerintah ini akan diberi tugas dalam inventarisasi kekayaan alam Indonesia, penyelidikan geologic penyelidikan umum, eksplorasi dan pembukaan proyek baru.
b. Perusahaan Negara.
Usaha yang dilakukan oleh Daerah berbentuk Perusahaan Daerah, yaitu semacam Perusahaan yang dibentuk dan diadakan oleh Pemerintah Daerah, baik Daerah Tingkat I atau Tingkat II.
Dalam pada itu, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat pula mendirikan suatu Perusahaan dengan modal bersama.

Pasal 7 dan 8
Pokok pikiran ialah bahwa bahan galian golongan a hanya boleh diusahakan oleh Negara. Tetapi ada kalanya harus dilakukan penyimpangan untuk memperbolehkan pengusahaannya oleh pihak Swasta atau Rakyat setempat atas kepentingan perekonomian Negara atau perkembangan pertambangan dikalangan rakyat banyak. Tetapi bahan galian strategis yang menyangkut dengan keamanan Negara, tetap hanya akan diusahakan Negara dan tidak dapat dialihkan kepada Swasta atau pertambangan Rakyat.

Pasal 10.
Pasal ini menjadi dasar untuk kontrak karya baik dengan pihak modal dalam Negeri maupun dengan modal Asing. Konsultasi termaksud dilakukan dengan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat c.q. Komisi yang bersangkutan. Penentuan penempatan Kontrak Karya dan pelaksanaannya diatur dengan cara yang paling menguntungkan bagi Negara dan masyarakat.

Pasal 11.
Rakyat setempat berdasarkan hukum adat dan untuk penghidupan mereka sendiri sehari-hari telah melakukan usaha-usaha pertambangan menurut cara-cara mereka sendiri. Hal ini harus dilindungi dan dibimbing.

Pasal 12.
Ketentuan dalam pasal ini bermaksud untuk menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya.
Pendapat dari Dewan Pertambangan diperlukan dalam pemberian kuasa pertambangan eksploitasi karena janka waktunya yang panjang (± 30 tahun), sedangkan untuk kuasa pertambangan bagi usaha pertambangan lainnya karena jangka waktunya relatif pendek dan terbatas, maka tidak perlu dimintakan pendapat Dewan tersebut. Dalam pelaksanaannya akan diberikan pengutamaan kepada Badan Hukum Koperasi.

Pasal 13
Pada saat ini yang sudah dilaksanakan ialah pengaturan tentang minyak dan gas bumi serta sejenisnya dan bahan radio-aktif. Untuk itu sudah diundangkan Undang-undangnya dalam bentuk Undang-undang sebagai pelanjutan dari Undang-undang Pokok Pertambangan ini.

Pasal 14.
Cukup jelas.

Pasal 15.
Untuk pengertian hak-hak pertambangan yang telah kita kenal selama ini, tetap dipergunakan istilah kuasa pertambangan. Perbedaan yang pokok antara pengertian konsesi lama dengan kuasa pertambangan ialah bahwa yang diberikan dengan kuasa pertambangan hanyalah kekuasaan untuk melaksanakan usaha pertambangan dan tidak memberikan hak pemilikan pertambangan kepada si pemegang kuasa pertambangan.
Dalam keputusan Menteri yang memberikan kuasa pertambangan dijelaskan sampai ke mana jauhnya pemberian kuasa pertambangan tadi serta usaha pertambangan apa yang diliputi oleh kuasa pertambangan itu.
Dalam rangka mendorong anggota masyarakat untuk melaporkan kepada Pemerintah setiap penemuan pribadinya atas sesuatu bahan galian, maka haruslah dapat diberikan jaminan sedemikian rupa sehingga penemu dapat memperoleh keuntungan materiil atas hasil penemuannya itu.
Dalam peraturan selanjutnya hendaklah ditegaskan, bahwa apabila hasil sampingan (yang penggaliannya tidak dapat dipisahkan dari penggalian bahan galian pokok) menyangkut segi kepentingan keamanan Negara harus dinyatakan tidak termasuk dalam kuasa pertambangan termaksud. Pengolahan dan pemurnian sejauh mungkin harus diusahakan untuk dilakukan di dalam Negeri.

Pasal 16.
Cukup jelas.

Pasal 17.
Cukup jelas.

Pasal 18.
Ditetapkan syarat harus membuktikan kesanggupan dan kemampuan terhadap pengusahaan pertambangan dimaksudkan untuk menghindari terhentinya pekerjaan usaha pertambangan di tengah jalan, sehingga mendatangkan kelambatan dalam pembangunan di bidang pertambangan.
Di samping itu ketentuan tersebut diperlukan untuk mencegah penyalah-gunaan kuasa pertambangan tersebut.

Pasal 19.
Cukup jelas.

Pasal 20.
Cukup jelas.

Pasal 21.
Cukup jelas.

Pasal 22.
Cukup jelas.

Pasal 23.
Cukup jelas.

pasal 24.
Apabila kuasa pertambangan berakhir, ada kemungkinan,bahwa pada bagian-bagian tertentu dari wilayah kuasa pertambangan yang dikerjakan terdapat bahan-bahan galiannya. Sebab itu maka apabila suatu kuasa pertambangan berakhir harus dijaga agar tempat itu tidak rusak sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan lagi dilakukan usaha penambangannya. Untuk itu diperlukan ketentuan penjagaan dari kemungkinan kerusakan tesebut disamping kesempatan bagi bekas pemegang kuasa pertambangan itu untuk mengambil hak miliknya yang berada pada tempat itu.

Pasal 26 dan 27.
Dalam pasal-pasal ini ditegaskan kewajiban pemegang kuasa pertambangan untuk mengganti kerugian kepada mereka yang berhak atas tanah sebagai perimbangan dan sekaligus ditegaskan pula kewajiban mereka yang berhak atas tanah untuk memperbolehkan pekerjaan pemegang kuasa pertambahan atas tanah yang bersangkutan.

Pasal 28.
Dengan ditentukan penentuan lebih lanjut tentang pungutan Negara ini oleh Peraturan Pemerintah maka akan lebih mudah dan lebih cepat dapat diatur apabila diperlukan suatu perobahan dalam pungutan Negara itu.

Pasal 29.
Cukup jelas.

Pasal 30.
Di sini ditegaskan kewajiban pengusaha pertambangan dalam memelihara wilayah pertambangannya sehingga agar tidak menjadi sumber penyakit bagi rakyat sekitarnya bila usaha pertambangan telah selesai dan wilayah kerja pertambangan telah ditinggalkan.

Pasal 31.
Cukup jelas.

Pasal 32.
Cukup jelas.

Pasal 33.
Ketentuan ini diperlukan agar pelanggaran terhadap keputusan Menteri dapat dihukum, karena keputusan Menteri yang terpisah sendiri tidak dapat memuat ancaman hukuman.

Pasal 34.
Cukup jelas.

Pasal 35.
Maksud Undang-undang ini ialah untuk merubah seluruh per-aturan pertambangan dari masa penjajahan dan dari suatu zaman di mana di Indonesia pernah berkembang alam pikiran-pikiran pada para penguasa bahwa semua pertambangan harus dilakukan oleh Pemerintah, alam pikiran mana tidak sesuai dengan kepentingan Nasional.
Selanjutnya untuk jangka waktu tertentu perlu diadakan suatu masa peralihan untuk penyesuaian.

Pasal 36.
Cukup jelas.

--------------------------------

CATATAN

Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1967 YANG TELAH DICETAK ULANG

Integrated Coal Gasification Combined Cycle

Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak bumi, cadangan gas alam yang mencukupi serta cadangan batubara yang melimpah. Sumber daya energi batubara diperkirakan sebesar 36.5 milyar ton, dengan sekitar 5.1 milyar ton dikategorikan sebagai cadangan terukur. Sumber daya ini sebagian besar berada di Kalimantan yaitu sebesar 61 %, di Sumatera sebesar 38 % dan sisanya tersebar di wilayah lain. Menurut jenisnya dapat dibagi menjadi lignite sebesar 58.6 %, sub-bituminous sebesar 26.6 %, bituminous sebesar 14.4 % dan sisanya sebesar 0.4 % adalah anthracite. Produksi batubara pada tahun 1995 mencapai sebesar 44 juta ton. Sekitar 33 juta ton dieksport dan sisanya sebesar 11 juta ton untuk konsumsi dalam negeri. Dari jumlah 11 juta ton tersebut 60 % atau sekitar 6.5 juta ton digunakan untuk pembangkit listrik, 30 % untuk industri semen dan sisanya digunakan untuk rumah tangga dan industri kecil.

Selama sepuluh tahun terakhir ini penggunaan batubara dalam negeri terus mengalami pertumbuhan sejalan dengan pertumbuhan perekonomian dan industrialisasi. Sektor tenaga listrik merupakan sektor yang mengkonsumsi batubara paling besar. Saat ini sekitar 30 % dari total
pembangkitan menggunaan bahan bakar batubara. Diperkirakan konsumsi batubara untuk pembangkit listrik akan mencapai dua kali lipat pada awal abat 21.

Permasalahan utama dalam pemanfaatan batubara adalah wujud batubara yang berupa zat padat sehingga kurang luwes dalam transportasinya. Disamping itu batubara mengandung sulfur, nitrogen dan abu dalam jumlah besar sehingga gas buang hasil pembakaran menghasilkan polutan seperti SO2 dan NO2 serta abu terbang. Pembakaran batubara juga menghasilkan CO2 yang berperan dalam proses pemanasan global. Permasalahan tersebut terus dicari pemecahannya melalui riset-riset yang telah dan sedang dikembangkan saat ini.

Aktivitas riset dalam PLTU batubara saat ini telah melahirkan konsep baru yang menjanjikan dapat menaikkan efisiensi, mengurangi emisi polutan dari gas buang serta menghasilkan limbah yang minimum. Konsep baru tersebut adalah teknologi pembakaran fluidized bed dan teknologi gasifikasi batubara.

Integrated Coal Gasification Combined Cycle

Teknologi IGCC merupakan merupakan salah satu teknologi batubara bersih yang sekarang dalam tahap pengembangan. Istilah IGCC ini merupakan istilah yang paling banyak digunakan untuk menyatakan daur kombinasi gasifikasi batubara terintegrasi. Meskipun demikian masih ada beberapa istilah yang digunakan yaitu ICGCC (Integrated Coal Gasification Combined Cycle) dan CGCC (Coal Gasification Combined Cycle) yang sama artinya.

Komponen utama dalam riset IGCC adalah pengembangan teknik gasifikasi batubara. Gasifikasi batubara pada prinsipnya adalah suatu proses perubahan batubara menjadi gas yang mudah terbakar. Proses ini melalui beberapa proses kimia dalam reaktor gasifikasi (gasifier). Mula-mula batubara yang sudah diproses secara fisis diumpankan ke dalam reaktor dan akan mengalami proses pemanasan sampai temperatur reaksi serta mengalami proses pirolisa (menjadi bara api). Kecuali bahan pengotor, batubara bersama-sama dengan oksigen dikonversikan menjadi hidrogen, karbon monoksida dan methana. Proses gasifikasi batubara berdasarkan sistem reaksinya dapat dibagi menjadi empat macam yaitu : fixed bed, fluidized bed, entrained flow dan molten iron bath.

Klasifikasi Gasifikasi Batubara

Dalam fixed bed, serbuk batubara yang berukuran antara 3 - 30 mm diumpankan dari atas reaktor dan akan menumpuk karena gaya beratnya. Uap dan udara (O2) dihembuskan dari bawah berlawanan dengan masukan serbuk batubara akan bereaksi membentuk gas. Reaktor tipe ini dalam prakteknya mempunyai beberapa modifikasi diantaranya adalah proses Lurgi, British Gas dan KILnGas. Sedangkan proses yang menggunakan prinsip fluidized bed adalah High-Temperature Winkler, Kellog Rust Westinghouse, dan U-gas. Dalam fluidized bed gaya dorong dari uap dan O2 akan setimbang dengan gaya gravitasi sehingga serbuk batubara dalam keadaan mengambang pada saat terjadi proses gasifikasi. Serbuk batubara yang digunakan lebih halus dan berukuran antara 1 - 5 mm. Dalam entrained flow serbuk batubara yang berukuran 0.1 mm dicampur dengan uap dan O2 sebelum diumpankan ke dalam reaktor. Proses ini telah digunakan untuk memproduksi gas sintetis dengan nama proses Koppers-Totzek. Proses yang sejenis kemudian muncul seperti proses PRENFLO, Shell, Texaco , dan DOW. Proses molten iron bath merupakan pengembangan dalam proses industri baja. Serbuk batubara diumpankan ke dalam reaktor bersama-sama dengan kapur dan O2. Kecuali proses molten iron bath semua proses telah digunakan untuk keperluan pembangkit listrik.

Saat ini teknologi IGCC sedang dikembangkan di seluruh dunia, seperti : Jepang, Belanda, Amerika Serikat dan Spanyol. Di samping proses gasifikasi yang terus mengalami perbaikan, gas turbin jenis baru juga terus dikembangkan. Temperatur masukan gas turbin yang tinggi akan dapat menaikkan efisiensi dan ini dapat dicapai dengan penggunaan material baru dan perbaikan sistem pendinginnya.

Integrated Coal Gasification Combined Cycle

Prinsip kerja dari IGCC ditunjukkan pada gambar di atas. IGCC merupakan perpaduan teknologi gasifikasi batubara dan proses pembangkitan uap. Gas hasil gasifikasi batubara mengalami proses pembersihan sulfur dan nitrogen. Sulfur yang masih dalam bentuk H2S dan nitrogen dalam bentuk NH3 lebih mudah dibersihkan sebelum dibakar dari pada sudah dalam bentuk oksida dalam gas buang. Sedangkan abu dibersihkan dalam reaktor gasifikasi. Gas yang sudah bersih ini dibakar di ruang bakar dan kemudian gas hasil pembakaran disalurkan ke dalam turbin gas untuk menggerakkan generator. Gas buang dari turbin gas dimanfaatkan dengan menggunakan HRSG (Heat Recovery Steam Generator) untuk membangkitkan uap. Uap dari HRSG (setelah turbin gas) digabungkan dengan uap dari HRSG (setelah reaktor gasifikasi) digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang akan menggerakkan generator.

Kelebihan-kelebihan IGCC

Penggunaan teknologi PLTU batubara konvensional saat ini mempunyai kekurangan yaitu efisiensinya rendah yang berkisar antara 33 - 36 %. Efisiensi ini dapat ditingkatkan dengan membangun unit pembangkit yang lebih besar atau dengan menaikkan suhu dan tekanan dalam siklus panasnya. Cara ini mempunyai keterbatasan dan menambah tingkat kerumitan dalam pemilihan materialnya. Disamping itu tuntutan dalam memelihara lingkungan hidup (seperti telah disebutkan di atas) akan menambah biaya pembangkitan karena adanya penambahan peralatan seperti : de-SOX (desulfurisasi), de-NOX (denitrifikasi) dan penyaring debu (electrostatic precipitator). Pemasangan peralatan ini juga akan mengurangi efisiensi total pembangkit listrik.

Teknologi IGCC ini mempunyai kelebihan yaitu dalam hal bahan bakar : tidak ada pembatas untuk tipe, ukuran dan kandungan abu dari batubara yang digunakan. Dalam hal lingkungan : emisi SO2, NOX, CO2 serta debu dapat dikurangi tanpa penambahan peralatan tambahan seperti de-SOX dan de-NOX dan juga limbah cair serta luas tanah yang dibutuhkan juga berkurang. Disamping itu pembangkit listrik IGCC mempunyai produk sampingan yang merupakan komoditi yang mempunyai nilai jual seperti : sulfur, asam sulfat dan gypsum.

Efisiensi pembangkit listrik ICGG berkisar antara 38 - 45 % yang lebih tinggi 5 - 10 % dibandingkan PLTU batubara konvensional. Hal ini dimungkinkan dengan adanya proses gasifikasi sehingga energi yang terkandung dalam batubara dapat digunakan secara efektif dan digunakannya HRSG untuk membentuk suatu daur kombinasi antara turbin gas dan turbin uap.

Alat Pembriketan Batubara
(700 MW; 73 % C; 1.2 % S; 10 % ash; Hu = 25000 kJ/kg; IGCC : 98 % desulphurization; conventional power plant : 200 mg/m3 SO2 in flue gas; dry).

Dalam sistem IGCC, sekitar 95 - 99 % dari kandungan sulfur dalam batubara dapat dihilangkan sebelum pembakaran. NOX dapat dikurangi sebesar 70 - 93 % dan CO2 dapat dikurangi sebesar 20 - 35 % (emisinya berkisar antara 0.75 - 0.85 kg CO2/kWh) dibandingkan dengan PLTU batubara konvensional. Dengan tingkat emisi yang rendah maka dapat untuk mencegah terjadi hujan asam karena emisi polutan SO2 dan NOX serta mencegah terjadinya pemanasan global karena emisi CO2.

Salah satu hal yang menarik dalam sistem IGCC adalah pembangunannya dapat dilakukan secara bertahap yaitu:
- tahap pertama : pembangunan turbin gas dan perlengkapan pembangkit listrik
- tahap kedua : pembangunan sistem daur kombinasi, dan
- tahap ketiga : pembangunan unit gasifikasi.

Pembangunan dua tahap yang pertama memerlukan biaya investasi yang relatif kecil dan sudah dapat menghasilkan tenaga listrik. Investasi yang besar hanya dibutuhkan pada saat pembangunan tahap ketiga dan dilaksanakan bila sudah dinilai ekonomis untuk mengganti bahan bakar dari gas alam dengan batubara. Disamping itu sistem IGCC didesain secara modular sehingga mudah untuk dikembangkan menjadi unit yang lebih besar kapasitasnya pada saat kebutuhan tenaga listrik sudah meningkat.

Kesimpulan

Pemakaian tenaga listrik di Indonesia selama 20 tahun terakhir ini mengalami peningkatan yang cukup pesat yaitu 14.5 % per tahun dan dalam 25 tahun mendatang diperkirakan akan terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 7.8 % per tahun. Pada tahun 1996 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan sebesar 140.7 TWh dan pada tahun 2021 kebutuhan mencapai 617.9 TWh. Sedangkan pangsa penggunaan batubara untuk pembangkit listrik terus meningkat pesat dari 21 % pada tahun 1996 menjadi 78 % pada tahun 2021. Pemakaian batubara dalam jumlah besar ini harus menerapkan teknologi batubara bersih, salah satunya yaitu IGCC, supaya dampak lingkungannya minimum. IGCC saat ini sedang dalam taraf pengembangan dan diharapkan sudah beroperasi secara komersial dalam waktu dekat ini. Pembangkit listrik IGCC mempunyai keunggulan bila dibandingkan dengan PLTU konvensional dengan tambahan de-SOX dan de-NOX dalam hal dampak lingkungan. Bagi Indonesia pembangkit listrik IGCC merupakan teknologi alternatif yang patut dipertimbangkan untuk menggantikan PLTU batubara konvensional yang sudah habis masa gunanya dan untuk pembangunan pembangkit listrik yang baru.

Artikel di atas ialah rangkuman sebuah makalah yang ditulis oleh Agus Sugiyono, seorang peneliti di BPP Teknologi.

LITBANG TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN BATUBARA

Kegiatan Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara meliputi litbang, perekayasaan dan pelayanan jasa di bidang karakterisasi, teknologi pengolahan, konversi dan pembakaran batubara.

Litbang ini dilakukan secara terpadu dengan kelompok-kelompok litbang lain yang ada di tekMIRA dengan sasaran utama mendukung program pemerintah dalam mengurangi subsidi BBM/kayu bakar melalui diversifikasi energi, peningkatan penggunaan batubara dalam negeri, penghematan dan peningkatan devisa melalui ekspor serta peningkatan PNBP seperti terlihat dalam Gambar 1.

batubara2b.JPG

Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara telah dirintis sejak awal tahun 1970-an, dan terus berkembang mengingat batu bara yang semula hanya dibakar untuk diambil panasnya, kemudian diproses untuk mendapatkan batubara dengan kualitas yang lebih baik atau bahan yang lebih bersih dan ramah terhadap lingkungan.

Sampai dengan akhir tahun 1980 sebagian besar kegiatan litbang teknologi pengolahan dan pemanfaatan batubara masih dalam skala laboratorium. Namun sesudah itu kegiatan litbang sudah mengarah kepada aplikasi dengan membangun berbagai pilot plant yang diharapkan dapat mengetahui optimalisasi proses, pengujian produk pada pengguna dan kelayakan ekonomi dari proses tersebut.

Untuk mempercepat implementasi hasil litbang teknologi pengolahan dan pemanfaatan batubara pada skala industri, tekMIRA sedang dan akan membangun beberapa pilot plant di Palimanan Cirebon dalam suatu Pusat Teknologi Batubara Bersih yang disebut Clean Coal Technology Centre atau disingkat Coal Centre.

Kegiatan unggulan Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara terdiri dari peningkatan kualitas batubara peringkat rendah melalui proses Upgraded Brown Coal (UBC), pengembangan briket, gasifikasi, pencairan dan pembuatan kokas. Sedangkan hasil yang sudah dapat diimplementasikan diantaranya penggunaan briket untuk peternakan ayam, pemindangan ikan, ekstraksi daun nilam dan penggunaan batubara sebagai bahan bakar langsung pada industri bata, genteng, kapur dan industri gula merah.
Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara didukung oleh fasilitas :

  • Laboratorium penelitian dan penerapan.
  • Laboratorium pengujian sifat kimia dan fisika yang telah terakreditasi berdasarkan ISO 17025.
  • 51 orang tenaga fungsional terdiri dari peneliti, perekayasa dan teknisi dari berbagai keahlian berdasarkan disiplin ilmu, yang berbeda-beda antara lain : kimia dan fisika batubara, pengolahan batu bara dan teknologi pemanfaatan batu bara.

Untuk lebih mempercepat program Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara telah dilakukan kerjasama dengan berbagai institusi litbang baik di dalam negeri maupun luar negeri, antara lain :

  • Pembangunan pilot plant briket bio batubara kerjasama dengan NEDO-METI, (Jepang).
  • Pembangunan pilot plant peningkatan kualitas batubara peringkat rendah dengan proses UBC kerjasama dengan Kobe Steel (Jepang), JCOAL (Jepang) dan BPPT.
  • Pencairan batubara Indonesia kerjasama dengan NEDO (Jepang) dan BPPT.
  • Daur ulang minyak bekas dengan menggunakan batubara sebagai absorban, kerjasama dengan KOBE Steel (Jepang) dan LEMIGAS.
  • Proses pengeringan teh dengan batubara melalui gasifikasi kerjasama dengan PPTK Gambung.
  • Pengujian sifat kimia dan fisika batubara kerjasama dengan PT. Surveyor Indonesia, PTBA dan perusahaan batubara lainnya.

Pembangunan dan kegiatan litbang pilot plant briket biobatubara dan pilot plant UBC dilakukan di SENTRA TEKNOLOGI PEMANFAATAN BATUBARA DI PALIMANAN CIREBON.

Karya Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara yang meliputi teknologi pengolahan, teknologi konversi dan teknologi pembakaran yang diaplikasikan, diantaranya :

1. Teknologi Pengolahan

  • Peningkatan kualitas batubara peringkat rendah dengan proses Upgraded Brown Coal (UBC).
  • Percobaan penerapan teknologi coal water fuel sebagai bahan bakar boiler pada industri tekstil.
  • Pengembangan metode penurunan kadar natrium batubara Lati, Berau, Kalimantan Timur.
  • Pengembangan metode pencampuran batubara (coal blending) Kalimantan Tengah untuk pembuatan kokas metalurgi.
  • Pencucian batubara.
  • Desulfurisasi limbah batubara dengan flotasi kolom.

2. Teknologi Konversi

  • Pengembangan briket kokas dari batubara dan green coke.
  • Proyek pencairan batubara 2002 : uji tuntas (due diligence) pre-FS Batu Bara Banko.
  • Pengembangan briket bio coal Palimanan.
  • Pemanfaatan produk gasifikasi batubara untuk pengeringan teh di Gambung Ciwidey, Jawa Barat.
  • Briket kokas untuk pengecoran logam.

3. Teknologi Pemanfaatan Batubara

3.1. Bahan Bakar Langsung

  • Penyerapan gas SO2 dari hasil pembakaran briket bio batubara dengan unggulan zeolit.
  • Pengembangan model fisik tungku pembakaran briket biocoal untuk industri rumah tangga, pembakaran bata/genteng, boiler rotan dan pengering bawang.
  • Tungku hemat energi untuk industri rumah tangga dengan bahan bakar batubara/briket bio batubara.
  • Pembakaran kapur dalam tungku tegak system terus menerus skala komersial dengan batubara halus menggunakan pembakar siklon.
  • Tungku pembuatan gula merah dengan bahan bakar batubara.
  • Pembakaran kapur dalam tungku system berkala dengan kombinasi bahan bakar batubara – kayu.
  • Pembakaran bata-genteng dengan batubara.

3.2. Non Bahan Bakar

  • Pengkajian pemanfaatan batubara Kalimantan Selatan untuk pembuatan karbon aktif.
  • Daur ulang minyak pelumas bekas dengan menggunakan batubara peringkat rendah sebagai penyerap.

sumber : Tekmira http://www.tekmira.esdm.go.id/

Thursday, May 14, 2009

BATU BARA

A. Pengertian

Batubara adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti : C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.

Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan Karbon atau Batu Bara) – dikenal sebagai zaman batu bara pertama – yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses awalnya gambut berubah menjadi lignite (batu bara muda) atau ‘brown coal (batu bara coklat)’ – Ini adalah batu bara dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batu bara jenis lainnya, batu bara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan.

Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batu bara muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batu bara muda menjadi batu bara ‘sub-bitumen’. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebh hitam dan membentuk ‘bitumen’ atau ‘antrasit’. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.

B. Materi Pembentuk Batubara

Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:

§ Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batubara dari perioda ini.

§ Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batubara dari perioda ini.

§ Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.

§ Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.

§ Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

C. Jenis-jenis BatuBara

Tingkat perubahan yang dialami batu bara, dari gambut sampai menjadi antrasit – disebut sebagai pengarangan – memiliki hubungan yang penting dan hubungan tersebut disebut sebagai ‘tingkat mutu’ batu bara. Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.

§ Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% – 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.

§ Bituminus mengandung 68 – 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia.

§ Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.

§ Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.

§ Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.

D. Pembentukan Batubara

Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batubara disebut dengan istilah pembatubaraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:

§ Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.

§ Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.

a. Teori berdasarkan Tempat terbentuknya

Teori Insitu :

Bahan – bahan pembentuk lapisan batubara terbentuk ditempat dimana tumbuh – tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian setelah tumb mati, belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification.

Ciri :

-Penyebaran luas dan merata

-Kualitas lebih baik

Cth : Muara Enim

Teori Drift:

Bahan2 pembtk lapisan batubara terjadi ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati mengalami transportasi oleh media air dan terakumulasi disuatu tempat, tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami coalification.

Ciri :

-Penyebaran tidak luas tetapi banyak

-kualitas kurang baik (mengandung psr pengotor).

Cth : pengendapan delta di aliran sungai mahakam

E. Bentuk Lapisan-Lapisan Batubara

Berdasarakan lapisan batubata dibagi menjadi 2 yaitu Plies (lapisan utuh) dan Split (terdapat 2 lapisan atau lebih). Pada awal pembentukan gambut sebagian besar perlapisan mendatar (tergantung dr topografi cekungan pengendapannya). Setelah bekerja gaya geologi akan terdapat bermacam – macam bentuk perlapisan Batubara. Antara lain: Horse Back (tjd post depositional), Pinch (tjd post depositional), Burriea Hill ( tjd krn adanya intrusi magma), Fault (patahan), dan Lipatan. atahan bukan hanya tjd krn gempa namun juga bisa krn lap dibawahnya adl psr yg dlm keadaan jenuh bisa berpindah.

F. Penambangan BatuBara

Proses penambangan batu bara sangat ditentukan oleh unsur geologi endapan batu bara. Pada umumnya, terdapat 2 proses penambangan batu bara, yaitu :

1. Tambang bawah tanah/dalam

Ada 2 metode penambangan bawah tanah, yaitu metode room-and-pillar dan tambang longwall.

Pada tambang room-and-pillar, endapan batu bara ditambang dengan memotong jaringan ‘ruang’ ke dalam lapisan batu bara dan membiarkan ‘pilar’ batu bara untuk menyangga atap tambang. Pada metode ini, penambangan batu bara juga dapat dilakukan dengan cara yang disebut retreat mining (penambangan mundur), dimana batu bara diambil dari pilar-pilar tersebut pada saat para penambang kembali ke atas. Atap tambang kemudian dibiarkan ambruk dan tambang tersebut ditinggalkan.

Tambang longwall mencakup penambangan batu bara secara penuh dari suatu bagian lapisan atau ‘muka’ dengan menggunakan gunting-gunting mekanis. Penambangan dengan metode ini, membutuhkan penelitian geologi yang mendukung serta perencanaan yang hati-hati, sebelum memulai penambangan. Setelah batu bara diambil dari daerah tersebut, atap tambang kemudian dibiarkan ambruk.

Keuntungan utama dari tambang room–and-pillar daripada tambang longwall adalah, tambang room-and-pillar dapat mulai memproduksi batu bara jauh lebih cepat, dengan menggunakan biaya penyediaan peralatan bergerak kurang dari 5 juta dolar (peralatan tambang longwall dapat mencapai 50 juta dolar).

Tambang Longwall melibatkan pengambilan batu bara penuh dari suatu bagian lapisan dengan menggunakan gunting mekanis.

Skema Tambang Bawah Tanah

2. Tambang terbuka/permukaan

Tambang terbuka—juga disebut tambang permukaan—hanya memiliki nilai ekonomis apabila lapisan batu bara berada dekat dengan permukaan tanah. Metode tambang terbuka juga memberikan keuntungan yang lebih besar dari tambang bawah tanah, karena seluruh lapisan batu bara dapat dieksploitasi (90% atau lebih dari batu bara dapat diambil). Tambang terbuka yang besar dapat meliputi daerah berkilo-kilo meter persegi dan menggunakan banyak alat yang besar, termasuk dragline (katrol penarik), yang memindahkan batuan permukaan, power shovel (sekop hidrolik), truk-truk besar yang mengangkut batuan permukaan dan batu bara, bucket wheel excavator (mobil penggali serok),dan ban berjalan.

Batuan permukaan yang terdiri dari tanah dan batuan dipisahkan pertama kali dengan bahan peledak. Batuan permukaan tersebut kemudian diangkut dengan menggunakan katrol penarik atau dengan sekop dan truk. Setelah lapisan batu bara terlihat, lapisan batu bara tersebut digali dan dipecahkan kemudian ditambang secara sistematis dalam bentuk jalur-jalur. Kemudian batu bara dimuat ke dalam truk besar atau ban berjalan untuk diangkut ke pabrik pengolahan batu bara atau langsung ke tempat dimana batu bara tersebut akan digunakan.

Skema Tambang terbuka

G. Pengangkutan Batu Bara

Metode pengangkutan batu bara dari tambang menuju tempat penggunaannya, ditentukan dari jarak yang harus ditempuh dalam penngangkutan tersebut. Untuk jarak dekat, batu bara umumnya diangkut dengan menggunakan ban berjalan atau truk. Untuk jarak yang lebih jauh di dalam pasar dalam negeri, batu bara diangkut dengan menggunakan kereta api atau tongkang. Pada beberapa kasus, batu bara tersebut diangkut melalui jaringan pipa (sebelumnya dicampur dengan air untuk membentuk bubur batu).

Kapal laut umumnya digunakan untuk pengakutan internasional dalam ukuran berkisar dari Handymax (40-60,000 DWT), Panamax (about 60-80,000 DWT) sampai kapal berukuran Capesize (sekitar lebih dari 80,000 DWT). Sekitar 700 juta ton batu bara diperdagangkan secara internasional pada tahun 2003 dan sekitar 90% dari jumlah tersebut diangkut melalui laut. DWT– Deadweight Tonnes (Bobot Mati) yang mengacu ke kapasitas bobot mati suatu kapal, termasuk kargonya, tangki bahan bakar, air bersih, simpanan dll.

H. Gasifikasi Batubara

Coal gasification adalah sebuah proses untuk merubah batubara padat menjadi gas batu bara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas ini CO (karbon monoksida), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2) – dapat digunakan sebagai bahan bakar. hanya menggunakan udara dan uap air sebagai reacting-gas kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah.

Tetapi, batubara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat didalamnya adalah sulfur dan nitrogen, bila batubara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke udara, bila mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung dengan uap air (seperti contoh kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai “hujan asam” “acid rain”. Disini juga ada noda mineral kecil, termasuk kotoran yang umum tercampur dengan batubara, partikel kecil ini tidak terbakar dan membuat debu yang tertinggal di coal combustor, beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di putaran combustion gases bersama dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa partikel kecil ini adalah sangat kecil setara dengan rambut manusia.

I. Bahaya Limbah Cair Pertambangan Batubara

Saat ini banyak analis pertambangn yang tidak mamu mengekspose secara detail tentang bahaya air cucuian batubara. Limbah cucian batu bara yang ditampung dalam bak penampung sangat berbahaya karena mengandung logam-logam beracun yang jauh lebih berbahaya disbanding proses pemurnian pertambangan emas yang mengunakan sianida (CN). Proses pencucian dilakukan untuk menjadi batubara lebih bersih dan murni sehingga memiliki nilai jual tinggi. Proses ini dilakukan karena pada saat dilakukan eksploitasi biasanya batubara bercampur tanah dan batuan.

Agar lbih mudah dan muerah, dibuatlah bak penampung untuk pencucian. Kolam penampung itu berisi air cucian yang bercampur lupur. LSM lingkungan JATAM menyebutnya dana beracun yang berisi miliaran gallon limbah cair batubara. Sluge mengandung bahan kimia karsinogenik yang digunakan dalam pemrosessan batubara yang logam berat berancun yang terkandung di batubara seperti arsenic, merkuri, kromium, boron, selenium dan nikel.

Dibandingkan tailing dari limbah luput pertambangan emas, unsure berancun dari logam berat yang ada limbah pertambangan batubara jauh lebih berbahaya. Sayangnya sampai sekarang tidak ada publikasi atau informasi dari perusahan pertambangan terhadap bahaya sluge kepada masyarakat di sekitar pertambangan.Unsure beranu menyebabkan penyakit kulit, gangguan pencernaan, paru dan penyakit kanker otak. Air sungai tempat buangan limbah digunakan masyarkat secara terus menerus. Gejala penyakit itu biasa akan tampka setelah bahan beracun terakumulasi dalam tubuh manusia.

Beberapa perusahaan tambang di Kalimantan Timur ditengarai tridak melakukan pengelolaan water treatmen terhadap limbah buangan tambang dan juga tanpa penggunaan bahan penjernih Aluminum Clorida, Tawar dan kapur. Akibatnya limbang buann tambang menyebabkan sungai sarana pembuagan limbah cair berwarna keruh.

J. Membuat Batubara Bersih

Ada beberapa cara. Contoh sulfur, sulfur adalah zat kimia kekuningan yang ada sedikit di batubara, pada beberapa batubara yang ditemukan di Ohio, Pennsylvania, West Virginia dan eastern states lainnya, sulfur terdiri dari 3 sampai 10 % dari berat batu bara, beberapa batu bara yang ditemukan di Wyoming, Montana dan negara-negara bagian sebelah barat lainnya sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih kecil dari 1%) dari berat batubara. Penting bahwa sebagian besar sulfur ini dibuang sbelum mencapai cerobong asap.

Satu cara untuk membersihkan batubara adalah dengan cara mudah memecah batubara ke bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik kecil di batu bara disebut sebagai “pyritic sulfur ” karena ini dikombinasikan dengan besi menjadi bentuk iron pyrite, selain itu dikenal sebagai “fool’s gold” dapat dipisahkan dari batubara. Secara khusus pada proses satu kali, bongkahan batubara dimasukkan ke dalam tangki besar yang terisi air , batubara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam. Fasilitas pencucian ini dinamakan “coal preparation plants” yang membersihkan batubara dari pengotor-pengotornya.

Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batubara adalah secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini disebut “organic sulfur,” dan pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba untuk mencampur batubara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari molekul batubara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih bekerja untuk mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini.

Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah 1978 — telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang sulfur dari gas hasil pembakaran batubara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap. Alat ini sebenarnya adalah “flue gas desulfurization units,” tetapi banyak orang menyebutnya “scrubbers” — karena mereka men-scrub (menggosok) sulfur keluar dari asap yang dikeluarkan oleh tungku pembakar batubara.

a. Membuang NOx dari batubara

Nitrogen secara umum adalah bagian yang besar dari pada udara yang dihirup, pada kenyataannya 80% dari udara adalah nitrogen, secara normal atom-atom nitrogen mengambang terikat satu sama lainnya seperti pasangan kimia, tetapi ketika udara dipanaskan seperti pada nyala api boiler (3000 F=1648 C), atom nitrogen ini terpecah dan terikat dengan oksigen, bentuk ini sebagai nitrogen oksida atau kadang kala itu disebut sebagai NOx. NOx juga dapat dibentuk dari atom nitrogen yang terjebak didalam batubara.

Di udara, NOx adalah polutan yang dapat menyebabkan kabut coklat yang kabur yang kadang kala terlihat di seputar kota besar, juga sebagai polusi yang membentuk “acid rain” (hujan asam), dan dapat membantu terbentuknya sesuatu yang disebut “ground level ozone”, tipe lain dari pada polusi yang dapat membuat kotornya udara.

Salah satu cara terbaik untuk mengurangi NOx adalah menghindari dari bentukan asalnya, beberapa cara telah ditemukan untuk membakar barubara di pemabakar dimana ada lebih banyak bahan bakar dari pada udara di ruang pembakaran yang terpanas. Di bawah kondisi ini kebanyakan oksigen terkombinasikan dengan bahan bakar daripada dengan nitrogen. Campuran pembakaran kemudian dikirim ke ruang pembakaran yang kedua dimana terdapat proses yang mirip berulang-ulang sampai semua bahan bakar habis terbakar. Konsep ini disebut “staged combustion” karena batubara dibakar secara bertahap. Kadang disebut juga sebagai “low-NOx burners” dan telah dikembangkan sehingga dapat mengurangi kangdungan Nox yang terlepas di uadara lebih dari separuh. Ada juga teknologi baru yang bekerja seperti “scubbers” yang membersihkan NOX dari flue gases (asap) dari boiler batu bara. Beberapa dari alat ini menggunakan bahan kimia khusus yang disebut katalis yang mengurai bagian NOx menjadi gas yang tidak berpolusi, walaupun alat ini lebih mahal dari “low-NOx burners,” namun dapat menekan lebih dari 90% polusi Nox.

K. Pembakaran Batubara dengan O2/CO2

Salah satu metode yang dapat menjadi alternatif ialah pembakaran batubara menggunakan campuran O2/CO2. Keunggulan utama dari metode ini yaitu adanya daur ulang aliran gas keluaran sehingga kandungan CO2 pada aliran tersebut sangat tinggi, mencapai 95%. Dengan kandungan CO2 yang tinggi, proses pemisahan karbondioksida menjadi lebih mudah dan ekonomis dibandingkan pada pembakaran batubara konvensional (menggunakan udara) yang hanya menghasilkan CO2 sekitar 13% pada gas keluaran. Gas keluaran dengan kandungan CO2 sampai 95% bahkan dapat langsung digunakan untuk proses oil enhanced recovery (EOR). Pembakaran batubara menggunakan campuran O2/CO2 ditampilkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Diagram alir proses pembakaran batubara dengan menggunakan campuran gas O2/CO2

Batubara (fuel) dibakar dalam sebuah combustion chamber dengan menggunakan campuran gas oksigen dan karbondioksida. Oksigen didapatkan dari proses pemisahan nitrogen dan oksigen dari udara dalam sebuah Air Separation Unit. Karbondioksida sendiri merupakan gas hasil pembakaran batubara yang kembali dialirkan ke dalam combustion chamber. Aliran recycle karbondioksida ini menyebabkan peningkatan konsentrasi gas karbondioksida yang sangat signifikan di aliran keluaran sehingga memudahkan proses pemisahan karbondioksida itu sendiri. Pemisahan karbondioksida dapat diselenggarakan menggunakan metode konvensional seperti menggunakan CO2 absorber maupun metoda terkini seperti pemisahan dengan membran. Tingginya konsentrasi CO2 di aliran umpan absorber atau membran akan memudahkan proses pemisahan sehingga spesifikasi alat pemisah tidak terlalu memakan biaya besar.

Selain kandungan CO2 gas keluaran yang tinggi, metode ini juga mempunyai efisiensi pembakaran karbon yang tinggi. Hasil penelitian Liu (2005) menunjukkan bahwa pembakaran batubara menggunakan media O2/CO2 menghasilkan efisiensi pembakaran karbon yang lebih tinggi dibandingkan pembakaran batubara konvensional. Hal itu dibuktikan dari kandungan karbon baik pada fly ash maupun bottom ash yang jauh lebih sedikit.

L. Batubara di Indonesia

Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batubara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.

Batubara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batubara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batubara Miosen. Sebaliknya, endapan batubara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batubara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.

Potensi sumberdaya batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.

Di Indonesia, batubara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batubara jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batubara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).

Dari segi kuantitas batubara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis batubara dan mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.

sumber: www.aapgscundip.wordpress.com